Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PASOKAN BERAS, Perpadi Bicara Soal Kebijakan Impor

Ketua DPD Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras (Perpadi) DKI Jakarta Nellys Sukidi mengemukakan pasokan beras tidak lagi mencukupi untuk memenuhi kebutuhan masa mendatang.
Pekerja beristirahat di atas tumpukan karung beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur, Jumat (19/1)./ANTARA-Sigid Kurniawan
Pekerja beristirahat di atas tumpukan karung beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur, Jumat (19/1)./ANTARA-Sigid Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA- Ketua DPD Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras (Perpadi) DKI Jakarta Nellys Sukidi mengemukakan pasokan beras tidak lagi mencukupi untuk memenuhi kebutuhan masa mendatang.

Nellys menyatakan salah satu alasan berkurangnya pasokan beras di pasaran sejak tiga bulan terakhir adalah karena makin minimnya lahan yang digunakan petani untuk menanam padi.

Kondisi tersebut didukung oleh terlambatnya upaya pemerintah untuk menyeimbangkan ketersediaan lahan dengan kebutuhan jumlah penduduk yang terus bertambah.

"Dulu lahan pertanian yang ada di Cikarang itu banyak sekali. Sekarang sudah dikonversi jadi lahan nonpertanian, siapa yang bertanggungjawab atas hasil itu? Kasihan petani," kata Nellys seperti dikutip Antara, Rabu (7/2/2018).

Dengan demikian, tidak mengherankan apabila kebijakan impor beras harus dilakukan untuk menutup kekurangan pasokan, padahal beras impor juga harus menyelaraskan harga di pasaran.

Untuk itu, Nelly tidak mempermasalahkan adanya impor beras khusus sebanyak 500.000 ton untuk cadangan Bulog, karena yang terpenting impor tersebut tidak merugikan petani.

Menurut dia, impor juga dibutuhkan untuk menstabilkan harga beras karena operasi pasar yang dilakukan belum memberikan dampak optimal, karena stok di Bulog juga belum terlalu memadai.

"Siapa yang jamin panen yang akan datang itu berlimpah. Kan belum tahu masih berbentuk tanaman, masih di lahan. Barang masih di sawah jangan dipandang sebagai 'buffer stock'," ungkapnya.

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan bersama Bulog sempat melakukan operasi pasar pada akhir 2017 untuk menstabilkan harga beras yang sempat mengalami kenaikan karena tingginya permintaan.

Namun, harga beras masih tetap tinggi, bahkan menjadi salah satu komponen utama penyumbang inflasi pada Januari 2018, salah satunya karena suplai yang mulai menipis.

Direktur Utama Bulog Djarot Kusumayakti mengatakan stok beras pada awal tahun belum menyentuh angka ideal sebanyak satu juta ton dan belum mampu untuk mencukupi kebutuhan nasional.

"Kami sudah melaporkan kepada kementerian terkait sejak November kemarin soal stok beras ini. Kepada Kemenko Pererekonomian, Kementerian Pertanian, juga Kementerian Perdagangan," ujarnya.

Sementara itu, Perum Bulog telah menandatangani kontrak dengan enam dari total delapan perusahaan yang lolos dalam tahapan negosiasi harga terkait penugasan untuk mengimpor beras sebesar 500.000 ton.

Penugasan Perum Bulog tersebut tersurat dalam Surat Menteri Perdagangan Nomor 94/M-DAG/SD/1/2018 tgl 15 Januari 2018 yang menyebutkan bahwa Bulog dapat melakukan impor beras untuk keperluan umum dengan broken di atas 5% sampai dengan 25% dan keperluan lain dengan broken 0% - 5%.

“Sebetulnya terdapat 8 perusahaan yang lolos tahapan negosiasi harga, namun karena pertimbangan keterbatasan waktu izin impor, ada 2 perusahaan dari Pakistan tidak menandatangani kontrak,” kata Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Siti Kuwati seperti dikutip dari keterangan pers yang diterima Bisnis, Rabu (7/2/2018).

Menurut siti, keenam perusahaan yang telah menandatangani kontrak tersebut berasal dari Vietnam, Thailand, dan India dengan total kuantum impor sebanyak 281.000 ton dengan rincian 141.000 ton dari Vietnam, 120.000 ton dari Thailand, dan 20.000 ton dari India.

Dengan demikian, total beras yang akan diimpor hanya akan mencapai 281.000 ton hingga akhir Februari dari rencana penugasan sebesar 500.000 ton.

Terkait broken, atau pecahan beras, Siti mengatakan pihaknya hanya akan mengimpor beras dengan pecahan 5%-15% dengan rincian 76.000 ton beras pecahan 5% dan 65.000 ton beras pecahan 15% dari Vietnam serta 95.000 ton beras pecahan 5% dan 25.000 ton beras pecahan 15% dari Thailand. Adapun dari India, seluruh beras yang diimpor yakni sebanyak 20.000 ton merupakan beras dengan kualitas pecahan 15%.

“Yang 25% tidak ada. Jumlah semua 281.000 ton ya,” katanya ketika dikonfirmasi ulang oleh Bisnis.

Siti menambahkan berdasarkan Surat Izin Impor yang diberikan Kementerian Perdagangan, beras impor tersebut harus sudah tiba di Indonesia paling lambat tanggal 28 Februari 2018.

“Di pertengahan bulan Februari ini diperkirakan sudah ada yang masuk ke Indonesia, dan sampai dengan akhir bulan Februari ini direncanakan beras impor sebanyak 281.000 sudah masuk semuanya,” jelasnya.

Adapun pelabuhan tujuan yang menjadi destinasi impor adalah Belawan (Medan Sumatera Utara), Teluk Bayur (Padang, Sumatera Barat), Panjang (Bandar Lampung, Lampung), Merak (Cilegon, Banten), Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Perak (Surabaya, Jawa Timur), Tanjung Wangi (Banyuwangi, Jawa Timur), Benoa (Denpasar, Bali), dan Tenau (Kupang, Nusa Tenggara Timur).

Penugasan importasi beras kepada Perum Bulog berdasarkan risalah rakortas adalah importasi beras untuk keperluan umum. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 01 tahun 2018 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor, beras untuk keperluan umum adalah beras dengan kepecahan di atas 5% sampai dengan 25%. Dalam perkembangan selanjutnya, Perum Bulog mengimpor beras dengan kepecahan 5% dan 15%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newsroom

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper