Bisnis.com, JAKARTA - Pembentukan Badan Otorita Labuan Bajo masih menunggu payung hukum berupa peraturan presiden yang akan terbit dalam waktu dekat.
Nantinya Badan Otorita bertugas mengembangkan kawasan seluas lebih dari 300 hektare tersebut menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata.
Ketua Tim Percepatan 10 Destinasi Prioritas Kementerian Pariwisata Hiramsyah S. Thaib menjelaskan penyusunan substansi perpres tersebut telah rampung, tinggal menunggu ditandatangani Presiden Joko Widodo.
“Ini sudah selesai proses sirkular menteri-menteri. Tinggal menunggu tanda tangan Presiden,” ujarnya kepada Bisnis pada Selasa (6/2/2018).
Dia menjelaskan nantinya Badan Otorita Labuan Bajo memiliki dua fungsi, yaitu fungsi otoritatif pengembangan kawasan delapan kabupaten Labuan Bajo dan seluruh Flores, serta fungsi koordinatif yaitu penyusunan Rencana Induk Pariwisata Terpadu (RIPT) dengan lintas kementerian/lembaga terkait.
Institusi tersebut juga bertugas mengundang investor strategis yang akan terlibat dalam pengembangan kaawasan. Oleh karena itu, dia mengatakan proses penyusunan RIPT pariwisata tersebut berjalan simultan dengan pencarian investor strategis.
“Intinya akan menciptakan Nusa Dua kedua dan ketiga. Jangka menengah dalam 2 hingga 3 tahun ke depan bertransformasi menjadi KEK supaya bisa mengundang investasi asing,” ungkapnya.
Dia menambahkan, setelah Labuan Bajo pihaknya juga akan membentuk Badan Otorita Bromo Tengger Semeru dan Wakatobi. Sementara untuk Kepulauan Seribu dan Kota Tua Jakarta, pemerintah tengah mengkaji pembentukan Badan Restorasi.
Hiramsyah menyatakan dampak dari pembentukan Badan Otorita untuk Kawasan Strategis Pariwisata Nasional baru akan dirasakan pada jangka menengah dan panjang. Adapun hingga 2019, dia memperkirakan kontribusi wisatawan mancanegara masih akan sangat tergantung pada Bali, Jakarta dan Kepulauan Riau.
Adapun untuk pengembangan 10 destinasi pariwisata prioritas, pemerintah membutuhkan dana senilai total US$20 miliar dalam 10 tahun, yang terdiri dari US$10 miliar untuk pembangunan infrastruktur, dan sisanya untuk pengembangan wilayah.
Dari jumlah tersebut, APBN diperkirakan hanya mampu menanggung 20%, sedangkan 80% di antaranya berasal investor baik dalam maupun luar negeri.
Berdasarkan data Kemenpar, besaran investasi yang dibutuhkan untuk mengembangkan kawasan Labuan Bajo adalah senilai US$ 1,2 juta. Selain pengembangan kawasan, investasi tersebut juga dibutuhkan untuk peningkatan infrastruktur penunjang kawasan tersebut.
Hiramsyah berharap peningkatan infrastruktur yang diperlukan di kawasan Labuan Bajo antara lain peningkatakan kapasitas pelabuhan dan perkapalan, serta kapasitas bandara. Menurutnya, Bandara Komodo di Labuan Bajo patut dibuka untuk menjadi Bandara Internasional sehingga dapat menjadi hub untuk kawasan Indonesia Timur.
“Airport sudah ada, tapi harapanya runway bisa diperpanjang dan menjadi bandara internasional sehingga tidak perlu lagi transit di Bali, karena sekarang bandara di Bali sudah terbatas daya tampungnya,” jelasnya.