Bisnis.com, JAKARTA - Sebagai industri ekstratif, pertambangan memiliki banyak tantangan yang harus dihadapi, mulai dari harga komoditas hingga regulasi dari pemerintah.
Wakil Presiden Direktur PT Vale Indonesia Tbk. Bernardus Irmanto mengatakan kinerja operasional Vale sangat dipengaruhi harga nikel. Sementara itu, harga komoditas tambang terus berfluktuatif.
Selain itu, sebagai salah satu tambang yang telah beroperasi cukup lama, tantangan dalam menemukan bijih berkadar tinggi semakin sulit. Jika ada, maka lokasinya cukup jauh.
"Akhirnya biaya produksi akan naik karena semakin rendah kadarnya, maka ore yang diproduksi harus semakin banyak. Akhirnya cost jadi lebih banyak juga," ujarnya dalam diskusi berjudul Rebound Energi dan Pertambangan: Mempersiapkan Masa Depan yang Berkelanjutan Melalui Sumber Daya Manusia, Rabu (31/1/2018).
Khusus untuk Vale yang memiliki lahan lebih dari 100.000 hektare (ha), tantangan penciutan lahan menjadi hal yang perlu dipikirkan. Pasalnya, setelah Kontrak Karya (KK) berakhir pada 2025, Vale bisa melanjutkan operasinya sebagai Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dengan batas wilayah seluas 25.000 ha.
"Pertanyaannya setelah 2025 masih mau lanjut gak? Kalau lihat tantangannya bisa saja malam, tapi mungkin ada opportunity yang too good too miss," katanya.
Adapun dari sisi regulasi, kebijakan pemerintah bisa memberikan sentimen positif dan negatif terhadap harga. Menurutnya, salah satu yang memberikan sentimen negatif adalah kebijakan relaksasi ekspor.