Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah sedang menyusun formula baru tarif dasar listrik. Bahkan, formula baru itu ditargetkan kelar pada semester I/2018.
Formula baru itu akan memasukkan harga batu bara. Selama ini, tarif dasar listrik hanya ditentukan oleh tiga indikator, yaitu inflasi, harga minyak mentah Indonesia (Indonesia crude price/ICP), dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Alasan utama pemerintah untuk memasukkan harga batu bara sebagai salah satu komponen dalam menentukan tarif listrik adalah kapasitas pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang berbahan bakar emas hitam itu di Tanah Air masih dominan, yaitu mencapai 48%.
Dari total kapasitas pembangkit listrik di Tanah Air saat ini, PLTU yang berbahan batu bara masih mendominasi, yaitu 24.883 MW atau 48% dari total kapasitas pembangkit di dalam negeri 52.231 MW.
Posisi kedua ditempati pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) yang berbahan bakar gas sebesar 11.262 MW atau 22%. Pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang berbahan bakar solar sebesar 5.771 MW atau 11%. Pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) dan pembangkit listrik tenaga mesin dan gas (PLTMG) sebesar 3.944 MW atau 8%.
Bahkan, berdasarkan rencana umum pembangunan tenaga listrik di Indonesia, porsi PLTU bakal semakin bertambah.
Sementara itu, harga batu bara terus bergerak naik. Di sisi lain, pemerintah memilih untuk tidak menaikkan tarif listrik sejak awal 2017, terutama untuk golongan rumah tangga.
Rerata harga batu bara acuan pada 2015 sebesar US$60,13 per ton kemudian naik tipis menjadi US$61,84 per ton pada 2016. Harga emas hitam terus menguat pada 2017 dengan rerata mencapai US$85,92 per ton. Harga batu bara pada tahun ini pun diproyeksikan masih bertahan pada level US$80 per ton.
Dengan porsi PLTU mencapai 48% dari total pembangkit di Tanah Air, kenaikan harga batu bara dipastikan turut mengerek biaya produksi yang dikeluarkan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
Apalagi pemerintah memilih tidak menaikkan tarif dasar listrik di tengah penguatan harga batu bara.
Kurang lebih itu yang menjadi dasar pemerintah untuk memasukkan komponen harga batu bara dalam komponen tarif dasar listrik.
Lalu apa dampaknya terhadap tarif listrik, naik atau turun? Dengan kondisi harga batu bara saat ini sekitar US$80 per ton, sudah pasti tarif listrik akan naik. Namun, sebaliknya tarif listrik yang dibayarkan pelanggan akan turun jika harga batu bara melemah.
Namun, Kementerian ESDM memastikan bahwa digunakannya batu bara sebagai salah satu komponen pembentuk tarif listrik belum tentu langsung membuat tarif yang dibayarkan pelanggan PLN langsung naik. Pemerintah bisa memilih untuk tidak menaikkan tarif listrik dengan berbagai alasan seperti kondisi perekonomian, inflasi, daya beli masyarakat, dan alasan lainnya.