Keputusan Mohammad Nadjikh meninggalkan pekerjaannya lebih dari 20 tahun yang lalu guna merintis bisnis sektor perikanan membawa pria paruh baya tersebut sebagai peraih penghargaan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai Tokoh Inspirator Inklusi Keuangan.
Awalnya saya sempat terheran, perusahaan perikanan tetapi ikut berpartisipasi dalam gerakan inklusi keuangan, sampai dapet penghargaan lagi dari OJK. Kok bisa? Karena, dalam benak saya, perluasan akses keuangan terhadap masyarakat, khususnya bagi yang individu yang tidak bankable biasanya dilakukan oleh lembaga jasa keuangan, dan bukan perusahaan perikanan.
Namun, satu kata kemudian menghantarkan saya pada pemahaman yang lebih luas: nelayan! Ya, masih banyak nelayan di negeri surga maritim ini yang belum mengecap manisnya kenikmatan ekonomi.
Sebagai gambaran, Badan Pusat Statistik pada September 2017 merilis data bahwa terdapat 26,58 juta orang penduduk miskin di Indonesia, atau sekitar 10% dari total penduduk saat ini. Dari jumlah tersebut, nelayan yang tergolong miskin memberikan kontribusi sekitar 20% dari total keseluruhan penduduk miskin di Tanah Air.
Nadjikh, di bawah bendera KML Food yang bergerak di bidang perikanan dan pengolahan hasil laut, membuat terobosan model bisnis melalui pengembangan klaster perikanan. Dia sukses menggandeng 125.000 nelayan dan 600 pebisnis UMKM yang tidak bankable tetapi memiliki potensi kemampuan ekonomi untuk mendapatkan akses keuangan.
“Jika dulu nelayan mendapatkan modal untuk menangkap ikan, lalu setelah itu tidak diperhatikan untuk proses selanjutnya. Tetapi yang kami lakukan saat ini, pemerintah memberikan modal kepada nelayan atau UKM, terus kita bina dan hasil mereka kita yang akan beli, itu yang sustainable” ujar Nadjikh pekan lalu di Gresik.
Dalam menyerap hasil produksi, Nadjikh selalu menggunakan skema transparan sesuai dengan harga pasar yang wajar. Asal, tuturnya, kualitas bahan baku tersebut harus memenuhi standar yang telah ditentukan.
Selain itu, pemotongan mata rantai penjualan dengan langsung menyambangi nelayan menjadi salah satu cara untuk memberikan kelayakan harga serta kepastian terserapnya hasil produksi.
Dia mengklaim, bisnis model yang disebut grass root tersebut menguntungkan semua pihak, termasuk perusahaan, nelayan, dan pemasok. Kemudian, guna mendukung kesejahteraan nelayan tradisional, Nadjikh memilih untuk tidak melebarkan bisnisnya pada usaha penangkapan ikan menggunakan kapal-kapal besar modern.
Lalu, untuk lebih meningkatkan exposure akses keuangan, nelayan juga difasilitasi akses keuangan melalui Baitul Maal wat Tamwil, yaitu koperasi simpan pinjam yang membantu nelayan dalam kegiatan produktif sehari-hari.
Nadjikh juga menggandeng bank penyalur kredit usaha rakyat (KUR) melalui program corporate social responsibility kepada nelayan, khususnya di sentra pelelangan ikan.
Dari sisi bisnis, perusahaan asal Gresik tersebut dalam waktu dekat berencana untukmelepas sebagian porsi kepemilikan perusahaan ke pasar saham melalui mekanisme initial public offering (IPO). Tujuannya, agar perseroan bisa lebih leluasa melakukan ekspansi bisnis, khususnya di kancah internasional.
“IPO juga sebagai salah satu langkah yang menunjukan kalau perusahaan itu berkembang,” tuturnya.
Belum ada kepastian terkait besaran porsi saham yang akan dilepas ke pasar. Namun, titik terang waktu eksekusi nampaknya semakin jelas. Nadjikh memberikan sinyal bahwa IPO akan dilakukan dalam waktu dekat. “Dengan semua prosedur yang sudah kami ikuti, harusnya bisa pada semester ini,” ujarnya.