Bisnis.com, SEMARANG—-Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara sepakat bahwa ada siklus krisis keuangan. Oleh karena itu sejumlah hal harus dilakukan oleh seluruh otoritas baik moneter maupun fiskal.
Mirza juga mengungkapkan, setiap krisis penangananan yang berbeda. Menurut dia, hal itu pasti kareba perkembangan instrumen keuangan berbeda di 1998 dan 2008 dan saat ini. Situasi makro juga beda.
“Dengan kebijakan yang prudent, maka siklus krisis bisa diperpanjang. Dengan aturan yg prudent, pelaku pasar yg prudent dan policy maker yg prudent, Semoga siklusnya menjadi lebih panjang,” tutur Mirza kepada Bisnis menanggapi salah satu poin pidato Profesor Muliaman Hadad sebagai Guru Besar FEB Universitas Diponegoro, di Semarang, Sabtu (13/01).
Mirza mencontohkan, statemen BI yg tegas melarang bitcoin adalah contoh komitment untuk selalu prudent.
Sebelumnya, Mantan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D. Hadad menilai terjadinya krisis keuangan hanya soal "kapan", bukan soal "jika".
Hal itu disampaikan Muliaman saat orasi ilmiah pada Pengukuhan sebagai Guru Besar Tidak Tetap Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, Sabtu (13/1/2018).
Pada orasi ilmiah berjudul Stabilitas vs Pertumbuhan: Peranan Sektor Jasa Keuangan dalam Perekonomian dan Tantangannya di Masa Depan itu, dia menyebutkan semakin sulit bagi kita memperkirakan kapan krisis akan kembali datang melanda dengan segala macam dinamika dan ketidakpastian yang terjadi di tataran ekonomi global.
"Jika kita mencermati perkembangan ekonomi saat ini, kita akan mendapati proyeksi berbagai lembaga bahwa perekonomian global maupun domestik diperkirakan akan kembali ke siklus penguatan pada 2018," ujarnya.
Sebagai informasi, Juni 2017 kita memperingati satu dasawarsa krisis global 2008/2009 dan Juli 2017 juga memperingati 20 tahun terjadinya krisis keuangan Asia 1997/1998.
Di samping itu, menurutnya, sistem keuangan Indonesia juga berada dalam kondisi yang terjaga.
Kapasitas permodalan lembaga jasa keuangan domestik saat ini berada pada level yang memadai dengan profil risiko yang masih terkemuka di tengah berbagai gejolak dan ketidakpastian di perekonomian global.
Namun, ujar Muliaman, perkembangan positif tersebut tidak seharusnya membuat kita terkena, mengingat laju pemulihan ekonomi juga dibayang-bayangi oleh berbagai ketidakpastian yang tidak dapat dianggap ringan.