Bisnis.com, JAKARTA—Pengguna jasa kepelabuhanan di Indonesia menuntut payung hukum untuk menghindari kerugian yang lebih besar lagi akibat buruknya layanan kepelabuhanan.
Ketua Umum Indonesia Maritime, Logistic and Transportation Watch (IMLOW), Roelly Panggabean juga menyesalkan ketidakpastian kelancaran pelayanan di pelabuhan yang berdampak merugikan pengguna jasa sehingga menyebabkan munculnya biaya tambahan yang sebelumnya tidak pernah di kalkulasikan dalam hitungan bisnis logistik.
"Pengelola terminal peti kemas hendaknya dapat memberikan jaminan dan komitmennya terhadap seluruh aktivitas layanan di terminalnya," ujarnya hari ini, Selasa (9/1/2017).
Menurutnya, masih adanya keluhan pengguna jasa yang terjadi di NPCT-1 dan JICT saat ini mengindikasikan komitmen manajemen terminal dalam mendahulukan kepentingan pengguna jasanya masih rendah.
Awal pekan ini, pengguna jasa pelabuhan yang diwakili Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) DKI Jakarta dan Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta, memprotes dan mengeluhkan layanan pemeriksaan fisik peti kemas impor atau behandle di New Priok Container Terminal One (NPCT-1) lantaran adanya kerusakan alat bongkar muat jenis reach stacker di terminal itu.
Pelambatan layanan receiving dan delivery peti kemas juga terjadi di Jakarta International Container Terminal (JICT) lantaran ada penyesuaian peralihan tenaga operator alat bongkar muat di terminal itu sejak 1 Januari 2018.
Selain menyebabkan,lamanya penarikan petikemas keluar pelabuhan kondisi itu juga mengakibatkan setidaknya 13 kapal terpaksa delay pelayanannya.