Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Indef, Bhima Yudhistira Adhinegara menilai tantangan fiskal paling berat dari kinerja ekonomi periode tahun lalu hingga 2018 ini adalah perpajakan.
Apalagi ke depan sudah tidak ada lagi program amnesti pajak dan jika pemerintah hanya mengharapkan implementasi AIOI 2018 tidak akan bisa seinstan itu.
Sementara jika meilhat sisi potensi pajak masih sangat besar mengingat Tax Rasio baru 11%. Adapun PPN masih belum berjalan optimal khususnya PPN 10%.
“Jadi harus ada reformasi di Kementerian Keuangan, peningkatan jumlah dan kualitas SDM. Apalagi ada laporan menarik dari indeks kemudahan berbisnis bahwa pengusaha di Indonesia dalam setahun menghabiskan 200 jam untuk mengisi formulir pembayaran pajak artinya perbaikan birokrasi ke depan juga harus menjadi fokus utama,” katanya, Selasa (2/1/2018).
Bhima mengemukakan ada indikasi masyarakat sebenarnya mau patuh terhadap pajak tetapi karena proses yang rumit akhirnya lebih memilih menghindar.
Dirinya menambahkan saat ini perekonomian diuntungan dari kenaikan harga komoditas, PPH migas bagus, dan PPNBP yang naik. Namun, dari sisi cukai dalam lima tahun tidak boleh lagi bergantung tembakau.
Baca Juga
Tahun ini, lanjut Bhima, selain tembakau pemerintah bisa mengejar perluasan cukai dan pajak dari plastik dan minuman manis sebesar 5%. Pasalnya sumbangan PPN pada GDP masih sangat kecil, di bawah 5%.
“Padahal PPN yang paling cepat dan mudah diambil pajaknya. Sebab, jika melihat konsumsi rumah tangga saat ini 56% dari PDB, jadi seharusnya bisa diambil 10% dari sana,” ujar Bhima.
Bhima menuturkan proyeksi tahun ini shortfall pajak bisa ditekan walaupun belanja infrastruktur Rp410 triliun, belanja sosial Rp10 juta penerima PKH, adanya kegiatan Asean Games, dan Pilkada serentak.
Sehingga dari belanja yang mencapai Rp2.100 triliun ini harus fokus menggenjot penerimaan pajak tetapi dengan cara yang elegan, tidak membuat kegaduhan, dan menjalin komunikasi yang baik dengan pelaku usaha. Bhima optimis ke depan shortfall bisa berkurang.