Bisnis.com, JAKARTA - Yayasan Rupa UKM Indonesia (Rukmi) menilai pelaku industri kain tenun di Indonesia masih mengalami sejumlah masalah kualitas dan kuantitas produk.
Kesulitan lain yang dihadapi penenun juga soal pemenuhan kapasitas produksi. Penyelesaian masalah tersebut menjadi salah satu hal utama untuk meningkatkan minat pembeli baik di pasar domestik maupun mancanegara.
Pembina Yayasan Rukmi, Samuel Wattimena mengatakan penenun di daerah kesulitan berkembang karena terkendala kuantitas, kualitas serta pengetahuan manajemen dan pemasaran produk.
Meski begitu para pelaku produksi kain tenun tersebut mulai banyak dibantu oleh sejumlah kalangan, termasuk bentuk marketing yang harus dilakukan dalam penjualan produk.
"Tapi yang membantu khusus mengenai bagaimana mempertahankan identitas untuk membawanya ke tahapan berikutnya, itu yang kami coba masuk ke sisi tersebut," kata Samuel saat peluncuran buku Kain Ulos dan Kain Songket di Jakarta, Rabu (6/12/2017).
Menurutnya pelaku kain tenun terbiasa dengan cara kerja yang sangat lama sehingga untuk memenuhi kebutuhan banyak, peluangnya kecil. Namun dengan dibukanya kemajuan teknologi, pasar mereka akan besar.
Yayasan Rukmi juga berencana untuk membuat sejumlah gerakan bersama untuk memberikan pelatihan langsung kepada pelaku tenun, baik di segi pemasaran maupun soal kreativitas. Pasalnya euforia masyarakat terhadap kain tenun masih cukup tinggi.
Sebelumnya, Yayasan Rupa UKM Indonesia (Rukmi) meluncurkan buku seri Pesona Kain Indonesia guna mempromosikan usaha kecil masyarakat di 10 destinasi Bali Baru yang ditetapkan pemerintah.
Dua seri buku yang diluncurkan kali ini, yaitu Kain Ulos dan Kain Songket. Kedua buku tersebut mendukung wisata yang menjadi proyek utama pemerintah untuk destinasi baru, seperti Danau Toba atau Labuan Bajo.
Seri buku Pesona Lain Indonesia ini disesuaikan dengan 10 destinasi Kementerian Pariwisata, yaitu Danau Toba, Labuan Bajo, Bromo Tengger Semeru, Kepulauan Seribu, Tanjung Lesung dan Candi Borobudur.
Selain itu Mandalika, Tanjung Kelayang, Wakatobi, serta Moratai juga ikut dalam rencana penulisan kain khas di daerah masing-masing. Sisa delapan buku yang belum diluncurkan akan dirilis pada 2018.