JAKARTA—Pemerintah meyakini pengubahan mekanisme pengawasan terhadap baja impor melalui skema post border dapat menurunkan dwelling time di pelabuhan.
Kepala Seksi Impor Kantor Pusat Ditjen Bea Cukai Anju Hamonangan Gultom menyatakan pengawasan kesesuaian barang dapat dilakukan di luar pelabuhan.
“Postborder itu nantinya dilakukan dalam rangka mempercepat dwelling time. Sama sekali tidak mengurangi pengawasan instansi mana pun, tapi memang mekanismenya saja yang berubah,” ujarnya di dalam gelaran Indonesia Quality and Safety Forum 2017, Rabu (29/11).
Pemerintah tidak serta merta mengalihkan seluruh pemeriksaan kesesuaian barang impor menjadi post border. Menurutnya, pemerintah mengutamakan pengecekan barang yang terkait langsung dengan kesehatan dan keselamatan tetap dilakukan di pelabuhan.
“Tidak semua barang menjadi post border, banyak yang tetap dilakukan di dalam port,” ujarnya
Berdasarkan data Ditjen Bea Cukai, dwelling time pada pelabuhan Tanjung Priok pada November rerata mencapai 3,2 hari. Angka tersebut mencakup pre-clearance selama 1,8 hari, custom clearance selama 0,4 hari, dan post clearance 1,01 hari. “Targetnya bisa ditekan menjadi sekitar 2 hari,” ujarnya.
Sebelumnya, pebisnis baja domestik mencemaskan skema post border yang berisiko memperlonggar fungsi pengawasan terhadap baja impor. Penyesuaian ketentuan pengawasan tersebut rencananya berlaku mulai Februari 2018.
Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia Hidayat Triseputro menyatakan pabrikan memperkirakan kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan biaya tambahan bagi industri dan memperlambat kecepatan importasi.
“Kalau boleh jujur, sebenarnya kami juga sedang meraba-raba bagaimana dampaknya nanti. Tapi pertanyaaannya, siapa saja yang terlibat dalam pengawasannya nanti?” ujarnya.
Menurutnya, ketentuan pemeriksaan fisik barang yang dilakukan di dalam gudang penyimpanan importir memungkinkan barang impor tertahan lebih lama.
“Dan itu juga berkaitan dengan kemungkinan tambahan cost karena bukan tidak mungkin malah mengurangi kecepatan barang masuk. Semakin lambat kecepatan barang keluar masuk, itu yang mengganggu produksi,”ujarnya.
Terlebih, pemeriksaan fisik barang pada skema post border menimbulkan berbagai pertanyaan lain tatkala barang impor tak memenuhi ketentuan pemerintah. Sementara itu, barang tersebut sudah berada di dalam gudang importir.
“Dan yang terpenting, begitu ada barang yang tidak sesuai ketentuan masuk, lalu barangnya mau diapakan? Dibalikin re-ekspor lagi kan rasanya kan enggak mungkin, sedangkan kalau hanya pengecekan barang sesuai sesuai dokumen, resiko barangnya tidak sesuai itu tinggi sekali,” ujarnya.