Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah tengah mengkaji integrasi lahan tambak garam rakyat di Sulawesi Selatan melalui kelompok badan usaha daerah.
Staf Ahli Menko Maritim Bidang Ekonomi Maritim Sugeng Santoso mengatakan pengelolaan tambak garam di Sulsel masih tradisional, yakni masih terpisah-pisah dalam klaster-klaster kecil, sehingga hasilnya tidak maksimal.
“Bisa Bumdes [Badan Usaha Desa], Perusda [perusahaan daerah. Ini sempat dibahas saat Menteri Desa Eko Putro Sandjojo mendampingi Menko Marititim Luhut Pandjaitan ke NTT beberapa waktu lalu," katanya seusai sesuai berkunjung ke sejumlah sentra tambak garam di Sulsel, Kamis (9/11/2017).
Setidaknya ada tiga pusat produksi garam rakyat di Sulsel, yakni Jeneponto, Takalar, dan Selayar. Berdasarkan data PT Garam (Persero), luas tambak garam di Sulawesi 1.062 hektare dengan produksi 195.237 ton.
Tahun ini pemerintah mengintegrasikan lahan garam rakyat di 15 lokasi seluas 258,5 ha untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas serta efisiensi biaya produksi garam. Integrasi lahan dilakukan dengan menggabungkan lahan petambak menjadi minimal 15 ha dalam satu hamparan produksi. Dua lokasi di antaranya berada di Sulsel, yakni di Pangkep dan Jeneponto, masing-masing 18,1 ha dan 15,7 ha.
Sugeng mengatakan inovasi yang ditawarkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dapat membantu petambak garam tidak bergantung pada cuaca.
Direktur Pusat Teknologi Farmasi dan Medika Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Imam Paryanto mengatakan evaporasi dan kolam air tua akan membuat petambak dapat berproduksi tanpa bergantung pada pasang-surut air laut, dapat dilakukan sepanjang tahun, dan tidak lagi bergantung pada cuaca.
Pengelolaan tambak garam secara nontradisional juga dapat menghasilkan potensi sampingan.
“Garam menjadi lebih bersih dan saluran air laut dapat dimanfaatkan untuk budidaya ikan. Ini menjadi nilai tambah dari tambak garam yang diharapkan menyejahterakan petambak-petambak garam," kata Imam.