Masifnya pembangunan infrastruktur di Tanah Air seakan memberi lampu kuning bagi kegiatan di sektor konstruksi.
Di balik derasnya investasi yang mengalir dalam beton-beton proyek, sesungguhnya terdapat risiko pekerjaan yang mengintai setiap nyawa pekerja.
Berita duka itu datang dari proyek jalan tol Pasuruan—Probolinggo (Paspro) di Jawa Timur sepanjang 31,30 kilometer, salah satu proyek strategis nasional senilai Rp2,90 triliun yang dikerjakan oleh PT Waskita Karya (Persero) Tbk. melalui anak usahanya, yakni PT Waskita Toll Road.
Seorang pekerja tewas dan dua orang lainnya luka-luka akibat tertimpa gelagar (konstruksi baja atau beton yang membentuk bentangan jembatan) jalan layang yang menghubungkan Desa Plososari dengan Desa Cukurgondang Kecamatan Grati, Pasuruan, pada Minggu (29/10). Jalan layang tersebut merupakan pengganti jalan kabupaten yang terkena lahan proyek jalan tol Paspro.
Kepala Proyek Jalan Tol Paspro Kadek Oka Swartana menjelaskan bahwa pekerjaan pemasangan tiga gelagar sepanjang 50,80 meter dan sudah dilakukan pemasangan penguat dengan menggunakan dua derek masing-masing berkapasitas 250 ton dan 150 ton. Pekerjaan pemasangan balok penopang (girder) keempat pun dilakukan pada Minggu (29/10) mulai pukul 09.00 WIB.
"Saat girder keempat sudah pada posisi bearing pad dan akan dilakukan pemasangan bracing, girder keempat tiba-tiba goyang menyentuh girder lain sehingga menyebabkan keruntuhan," ujarnya melalui siaran pers.
Baca Juga
Setelah kejadian ini, upaya pencegahan yang dilakukan perseroan ke depannya adalah dengan terus mengkaji dan memperbaharui seluruh aspek kesehatan dan keselamatan kerja (K3) dalam melakukan pekerjaan.
Berdasarkan catatan Bisnis, insiden kecelakaan kerja ini merupakan ketiga kalinya dalam rentang waktu 3 bulan berturut-turut yang terjadi dalam proyek yang dikerjakan oleh perusahaan konstruksi pelat merah tersebut. Jenis kecelakaan kerja yang terjadi pun tergolong serupa.
Hanya sebulan sebelum kejadian di proyek jalan tol Paspro yaitu pada Jumat (22/09), kecelakaan kerja juga terjadi di proyek jalan tol Bogor—Ciawi—Sukabumi (Bocimi) berupa robohnya jembatan yang menelan seorang korban jiwa.
Lalu sebelumnya pada Selasa (01/08), dua pekerja tewas setelah terjatuh dari tiang penyangga proyek kereta api ringan atau light rail transit (LRT) Palembang.
Ketua Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI) Davy Sukamta menilai bahwa kecelakaan di proyek jalan tol Paspro lebih merupakan bentuk kelalaian kontraktor, bukan kesalahan pada tingkat desain. Dengan kata lain, dia menganggap prosedur K3 tidak dijalankan dengan cukup baik.
“Keteledoran pada saat pelaksanaan pekerjaan, bukan pada tingkat desain karena tiga gelagar sebelumnya telah terpasang, pada saat memasang yang keempat tidak benar, miring sehingga jatuh,” ujarnya.
WAJIB EVALUASI
Pihaknya menyayangkan insiden yang terjadi atas proyek tersebut. Menurutnya, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat selaku pemilik proyek dan pembina jasa konstruksi wajib melakukan evaluasi dan memberi tindakan yang diperlukan untuk mencegah terjadinya hal serupa pada masa mendatang.
Di sisi lain, Davy menilai bahwa insiden ini menjadi cerminan atas kurangnya tenaga konstruksi terampil yang dimiliki oleh bangsa ini.
Pasalnya, pesatnya pembangunan infrastruktur selama 3 tahun terakhir tak berhasil diimbangi oleh ketersediaan sumber daya manusia di bidang jasa konstruksi.
Berdasarkan data Kementerian PUPR yang dihimpun Bisnis, saat ini kebutuhan tenaga kerja konstruksi diperkirakan mencapai 1,50 juta jiwa, tetapi baru terpenuhi sekitar 750.000 tenaga kerja.
Pihaknya juga mempertanyakan validitas sertifikasi tenaga kerja yang saat ini tengah digalakkan pemerintah.
Dia mengingatkan agar pemerintah memuat peta jalan dan pelatihan yang jelas sebelum melakukan sertifikasi tenaga kerja agar tak sekadar memenuhi target.
Lebih lanjut, menurutnya, kontraktor BUMN seharusnya dapat menjadi contoh dalam pelaksanaan K3 yang baik. Terlebih lagi, saat ini kontraktor BUMN menjadi lokomotif pembangunan infrastruktur.
“Justru harusnya BUMN memberi teladan, etos kerja yang baik. Ini merupakan satu cubitan, untuk mengkaji kinerja kontraktor tersebut dan memberikan sanksi,” ujarnya.
Ketika menanggapi hal itu, Menteri PUPR Basoeki Hadimoeljono menyatakan bahwa pihaknya telah menurunkan tim khusus di bawah koordinasi Direktur Jembatan pada Ditjen Bina Marga untuk mengevaluasi desain dan metode kerja kontraktor tersebut.
Menteri Basoeki juga menunggu hasil penyelidikan kepolisian untuk menentukan tindakan yang akan diberikan.
“Ini sudah dua kali berturut-turut, satu di Bocimi kemarin, satu lagi ini. Makanya kami langsung turun. Dua-duanya proyek Waskita. Ada apa ini? Kemungkinan intervensi pasti ada kalau ternyata memang ada apa-apa,” ujar Basoeki.
Momentum ini sudah sepatutnya menjadi evaluasi bagi seluruh pihak yang berkepentingan untuk lebih mengetatkan prosedur K3 dalam pekerjaan.
Meski memiliki tingkat risiko yang cukup besar, pekerjaan sipil tak seharusnya sampai menelan korban. Mengejar kecepatan boleh-boleh saja asal jangan sampai merenggut nyawa!