Bisnis.com, JAKARTA - Balai Penelitian Sayuran (Balitsa) mendorong pemanfaatan lahan gambut wilayah perbatasan untuk menanam sayuran yang berorientasi ekspor.
Dalam keterangan resmi yang diterima Bisnis, Kepala Seksi Jasa Penelitian dan Kerjasama Balitsa Andi Supriadi mengatakan Kalimantan Barat kini tengah menggenjot pemanfaatan lahan gambut untuk sayuran. Balitsa juga telah mengirimkan tenaga teknis untuk membantu BPTP Kalimantan Barat.
Andi menjelaskan praktek serupa telah dilakukan petani Desa Tunggal Bhakti, Kecamatan Kemayan, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Petani menanam sayuran daun seperti sawi dan bayam, kemudian menjual ke Pasar Tebedu, Malaysia, yang berjarak 5 km dari Pos Lintas Batas Negara Entikong.
"Lahannya banyak mengandung besi. Sayuran daun seperti sawi dan bayam paling toleran terhadap keracunan besi," kata dia.
Pemanfaatan lahan gambut berkelanjutan dan ramah lingkungan ini, berasal dari praktek petani yang tidak melakukan pembakaran lahan gambut serta menjaga tinggi permukaan air ke permukaan tanah 50 cm. Pembakaran sisa akar, tunggul pohon, sisa semak, serta limbah tanaman sayuran dilakukan di dalam pondok sehingga tidak memicu kebakaran hutan dan lahan.
"Abunya dijadikan ameliorant untuk memperbaiki pH tanah dan menyediakan nutrisi bagi tanaman. Abunya dapat diganti dengan abu janjang sawit yang merupakan limbah dari pabrik pengolahan kelapa sawit di Kabupaten Sanggau," imbuhnya.
Andi menyebut petani hanya mengelola rata-rata sekitar 0,25 ha. Sayuran sawi manis dapat dipanen sekitar 25 hari. Dengan harga sayuran terendah Rp5.000 per kg dan panen rata-rata 120 kg per hari, maka petani dapat memperoleh pendapatan Rp600.000 per hari.
Dia menambahkan pemanfaatan lahan gambut dengan input utama hanya abu bakar dan pupuk organik dari kotoran ayam, berpotensi menghasilkan sayuran organik seperti yang diminta konsumen Malaysia.
"Percontohan yang dilakukan petani Sanggau dapat menjadi rujukan bagi petani di daerah lain seperti Kubu Raya, Sambas, Sintang, dan Kapuas Hulu," katanya.