Bisnis.com, JAKARTA - Rumah Sakit Awal Bros (RS Awal Bros) yang merupakan jaringan rumah sakit swasta nasional sukses mendapatkan akreditasi dari Joint Commission International (JCI).
Di Indonesia hanya terdapat 14 rumah sakit swasta yang telah mendapatkan akreditasi JCI dan empat diantaranya dimiliki oleh RS Awal Bros dimana grup rumah sakit ini memiliki jumlah akreditasi JCI terbanyak di Indonesia.
CEO RS Awal Bros dr. Ferdy Tiwow menjelaskan peningkatan standar mutu rumah sakit tidak akan berhenti walaupun RS Awal Bros telah meraih akreditasi internasional, sehingga mutu pelayanan bagi pasien dan juga masyarakat harus terus dijaga dan ditingkatkan.
“Kami bersyukur dan bangga RS Awal Bros telah terakreditasi JCI bahkan telah mempertahankan status akreditasi ini sejak tahun 2014. Pencapaian ini merupakan prestasi dan memperkuat tonggak sejarah RS Awal Bros. Kami akan terus memegang komitmen dalam menciptakan Continous Quality Improvement dimana pelayanan dan keselamatan pasien di rumah sakit menjadi hal yang paling utama,” ujar Ferdy dalam siaran persnya.
Ferdy menjelaskan, JCI adalah akreditasi layanan kesehatan, penerbit dan penilai terdepan di dunia berdasarkan standar internasional yang sangat ketat dalam hal meningkatkan kualitas pelayanan dan perawatan kesehatan terutama keselamatan. Dengan adanya akreditasi JCI, RS Awal Bros memiliki komitmen tinggi dalam memberikan kualitas pelayanan dan standar manajemen yang bermutu. RS Awal Bros fokus terhadap kenyamanan dan keselamatan pasien mulai dari pasien masuk rumah sakit, bertemu dengan dokter, memperoleh obat, hingga kenyamanan dan keamanan untuk keluarga pasien.
Saat ini RS Awal Bros memberikan layanan kesehatan melalui 11 rumah sakit Awal Bros yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia diantaranya Batam, Bekasi Barat, Bekasi Timur (akan dibuka resmi November 2017), Pekanbaru, Tangerang, Jakarta, Makassar, Ujung Batu, Panam dan Palangka Raya (coming soon). Sementara yang telah mendapatkan akreditasi JCI berada di wilayah Tangerang, Bekasi, Batam dan Pekanbaru.
Hal ini juga didukung data Kementerian Kesehatan yang menyatakan dari 2.598 rumah sakit di Indonesia, sebanyak 777 rumah sakit telah terakreditasi secara nasional, yang terdiri dari 327 rumah sakit Pemerintah dan 450 rumah sakit swasta dan yang lebih membanggakan, sebanyak 24 rumah sakit di Indonesia telah terakreditasi secara internasional.
“Akreditasi melalui proses yang panjang, namun hal ini merupakan value yang bermanfaat untuk kami karena semua lini telah memenuhi standarisasi internasional. Hal ini pada akhirnya dapat menciptakan kepuasan masyarakat terhadap RS Awal Bros sehingga menciptakan trust masyarakat kepada kami sebagai bagian dari pelaku industri pelayanan kesehatan di Indonesia”, jelas Ferdy.
Menurut Ferdy, memasuki era globalisasi RS Awal Bros siap untuk bersaing dengan rumah sakit di luar negeri. Rumah sakit kami, khusus mengembangkan bidang jantung agar pasien jantung dapat segera ditangani, dapat menjalankan kateterisasi jantung dan juga intervensi jantung koroner (PCI) tanpa harus keluar negeri.
Chief Operating Officer RS Awal Bros Leona Karnali menjelaskan untuk menunjukkan komitmennya dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat yang berada di penyangga ibu kota, RS Awal Bros hadir di wilayah Bekasi Timur.
“RS Awal Bros melayani masyarakat yang ada di kawasan tersebut untuk menopang kehidupan disana sehingga masyarakat yang tidak tinggal di kota pun mendapatkan pelayanan prima yang tidak kalah dengan pelayanan rumah sakit di Jakarta,” jelas Leona.
Data Kementerian Kesehatan 2016 menyatakan secara nasional saat ini Indonesia memiliki jumlah penduduk sebesar 258 juta jiwa dengan ketersediaan tempat tidur sebesar 319 ribu sehingga rasionya sebesar 1,23[2]. Namun, ketersediaan tempat tidur rumah sakit masih belum merata antar daerah. Data Center for Healthcare Policy and Reform Studies (CHAPTERS) menyatakan rasio jumlah tempat tidur rumah sakit di Indonesia memiliki disparitas yang besar. Contohnya di Jawa Barat rasio jumlah tempat tidur di rumah sakit hanya 0,84 per 1.000 orang, sementara di Jakarta sudah 2,43.
Kondisi ini terjadi karena alokasi pemerintah di sektor kesehatan masih tergolong rendah dibanding negara-negara ASEAN lain, meski sudah ada perbaikan dengan program Jaminan Kesehatan nasional (JKN). Belanja kesehatan Indonesia terkecil dibanding negara-negara ASEAN namun lebih baik dibanding Laos, Brunei, dan Myanmar.