Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penundaan PPh Diusulkan Mengacu pada Masa Eksplorasi

Penundaan pembebanan pajak penghasilan (PPh) diusulkan disesuaikan mengacu dengan masa eksplorasi pada draf Peraturan Pemerintah (PP) tentang pajak gross split.
Ilustrasi/JIBI
Ilustrasi/JIBI

Bisnis.com, JAKARTA--Penundaan pembebanan pajak penghasilan (PPh) diusulkan disesuaikan mengacu dengan masa eksplorasi pada draf Peraturan Pemerintah (PP) tentang pajak gross split.

Direktur Pembinaan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tunggal mengatakan saat ini masih dirumuskan masa tax loss carry forward atau masa penundaan pembayaran PPh.

Pada pasal 6 Undang Undang No.38/2008 tentang pajak Penghasilan, tax loss carry forward hanya berlaku selama lima tahun.

Di sisi lain, belum tentu masa eksplorasi selesai dalam lima tahun. Dengan demikian, kontraktor berpotensi menanggung beban PPh pada tahun keenam meskipun wilayah kerja yang dikelola belum menghasilkan.

"Nah ini masih saling mengusulkan. Kalau yang namanya pajak umum kan katanya lima tahun," ujarnya di Jakarta, Senin (2/10/2017).

Dia menyebut, pelaku usaha melalui Indonesian Petroleum Association (IPA) mengusulkan agar perpajakan dispesialiskan mengacu pada Undang Undang Minyak dan Gas Bumi No.22/2001.

"Artinya dispesialiskan, bukan ngikutin undang undang pajak umum karena UU Migas untuk kegiatan migas, diatur tersendiri," katanya.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan ingin menerapkan deemed profit (DP) untuk pengenaan PPh. Namun, hal tersebut tak bisa diterima pelaku usaha karena beberapa alasan.

Dalam usulan IPA, penggunaan DP berpotensi meningkatkan beban ekonomi kontraktor, karena pertama, persentase DP yang sama tidak dapat menggambarkan seluruh karakteristik wilayah kerja.

Kedua, kontraktor masih harus terbebani pajak meskipun dalam posisi merugi karena variabel yang dikalikan dengan persentasenya mengacu pada nilai kotor.

Ketiga, berpeluang adanya pengenaan pajak dua kali (double taxation) karena negara asal perusahaan bisa saja menolak pembayaran PPh di Indonesia sebagai tax credit di negara asal.

IPA pun mengusulkan agar deemed profit dijadikan opsi bukan ketentuan wajib yang harus diterapkan ke semua kontraktor.

Namun, Tunggal menyebut deemed profit ini tak lagi menjadi pembahasan karena Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo telah sepakat untuk tak menerapkan deemed profit.

"Udah kita enggak usah bahas itu. Kata Pak Wamenkeu, lupakan. Kita udah enggak bicara deemed profit," katanya.

Secara umum, dia menyebut IPA mengusulkan agar pada kegiatan eksplorasi dan eksploitasi tak dibebankan pajak-pajak tidak langsung.

Namun, Kementerian Keuangan masih berharap bisa mendapatkan penerimaan dari pajak seperti pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak bumi dan bangunan (PBB) saat wilayah kerja sudah menghasilkan minyak atau gas.

"Maunya kan minta dibebaskan baik eksplorasi maupun eksploitasi," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Rustam Agus

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper