Bisnis.com, JAKARTA – Indeks harga konsumen Jepang mencatatkan kenaikan terbesar dalam lebih dari dua tahun sekaligus, memperpanjang penguatan untuk bulan kedelapan pada Agustus 2017. Namun angkanya masih jauh di bawah target.
Meskipun mengalami perkembangan, tingkat inflasi Jepang masih mencapai kurang dari separuh target bank sentral negara tersebut, saat pasar tenaga kerja berada pada kondisi paling ketat dalam beberapa dekade.
Indeks harga konsumen inti, selain makanan segar, naik 0,7% pada Agustus dibandingkan dengan setahun sebelumnya. Angka ini sejalan dengan prediksi untuk kenaikan yang sama.
Sementara itu, produksi industri meningkat 2,1% pada Agustus setelah turun 0,8% pada Juli, sedangkan tingkat pengangguran tetap berada di posisi 2,8% dan belanja rumah tangga naik 0,6% dibandingkan dengan setahun sebelumnya.
Jumlah tenaga kerja meningkat dan ukuran ekonomi telah berekspansi lebih dari 10% dengan arah menuju pertumbuhan untuk kuartal ketujuh berturut-turut.
Namun, hal positif tersebut sebagian besar disebabkan oleh stimulus fiskal dan moneter, yang telah mendorong utang sekaligus membengkakkan neraca bank sentral. Dan seperti halnya banyak negara lain, inflasi terlihat lesu dan tingkat upah tidak sejalan dengan kenaikan produk domestik bruto.
“Peningkatan pada inflasi Jepang, rebound dalam belanja rumah tangga, dan terus ketatnya pasar tenaga kerja pada bulan Agustus menunjukkan perbaikan ekonomi yang kukuh,” ujar Ekonom Bloomberg Intelligence, Yuki Masujima, seperti dikutip dari Bloomberg, Jumat (29/9/2017).
“Tingkat inflasi mengarah menuju 1% pada bulan Oktober, tapi untuk lebih tinggi dari itu sepertinya penuh tantangan, apalagi agar mencapai 2%,” lanjut Masujima.
Menurutnya, jika Perdana Menteri Shinzo Abe memenangkan pemilihan, rencananya untuk menyalurkan lebih banyak sumber daya publik ke dalam pendidikan dan fasilitas childcare akan menjadi hal positif untuk konsumsi.