Berharap Madu Sialang Tidak Sampai Hilang

PANGKALAN KERINCI Keberadaan madu Sialang yang dikenal sebagai salah satu produk andalan masyarakat di Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau kini mulai berkurang.

PANGKALAN KERINCI – Keberadaan madu Sialang yang dikenal sebagai salah satu produk andalan masyarakat di Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau kini mulai berkurang. Praktik pengambilan madu yang mengabaikan kearifan lokal diduga sebagai penyebabnya.

Saptu, warga Desa Lubuk Kembang Bunga, Ukui, adalah satu di antara masyarakat lokal yang masih memanen madu dari hutan alam dengan cara tradisional, yaitu memanjat Pohon Sialang setinggi 40-50 meter saat malam hari.

Praktik mengambil madu di malam hari, tutur Saptu yang berusia 62 tahun itu, sudah menjadi cara yang diwariskan turun-temurun oleh keluarganya sejak dahulu. Memanen madu membutuhkan ritual untuk meminta izin kepada ‘Pemiliknya’. Hal itu juga dibarengi dengan cara memanen yang ramah lingkungan agar tidak merusak, sehingga keberadaan madu dapat berkelanjutan.

Saptu mengaku, di daerahnya ada beberapa kelompok yang memanen madu Sialang. Setiap kelompok memperoleh jatah mengelola tiga pohon. Mereka akan memantau perkembangan sarang lebah guna mengetahui waktu pemanenan. Namun, selama beberapa tahun terkahir kerap kali terjadi pencurian madu Sialang pada saat siang hari. Cara tersebut tidak mengikuti kearifan lokal sehingga mengancam keberadaan madu Sialang.

Berharap Madu Sialang Tidak Sampai Hilang

"Sekarang banyak yang melakukan pencurian madu hutan di daerah kami, ambilnya siang hari jadi itu sudah melanggar aturan dan tentu merugikan kami sebagai warga tempatan," katanya saat dijumpai pekan lalu.

Akibat tindak pencurian itu, lebah dan tawon yang bersarang di pohon Sialang itu, tidak lagi kembali ke tempatnya, dan masyarakat menanggung kerugian karena tidak bisa lagi memanen madu di pohon itu.

Menurut Saptu, mengambil madu tanpa aturan dan prosedur secara adat, jelas merusak keseimbangan yang sudah dijaga sejak lama oleh warga desa.

Hal ini terlihat dari hasil yang mereka dapatkan. Sepuluh tahun lalu, mereka bisa empat kali panen, tetapi sekarang hanya sekali, itupun hasilnya jauh sekali berbeda.

Selain itu, volume madu juga berkurang drastis. Sebelum marak aksi pencurian, Saptu dan kelompoknya dapat memperoleh madu hingga 1 ton saat panen.

Tetapi kini hasilnya tidak lagi bisa dijadikan sandaran biaya hidup, karena sekali panen madu yang didapat hanya sekitar 100 kilogram. Belum lagi hasilnya masih harus dibagi dengan anggota kelompok pemanen sebanyak 5 orang.

Karena lokasi pohon Sialang tempat madu bersarang berdekatan dengan area konsesi hutan tanaman industri (HTI) PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), kelompok pemanen madu di Ukui memperoleh bantuan dalam menjaga kelanjutan produksi madu. Agar tidak ada pencurian madu, kini aparat keamanan PT RAPP rutin melakukan patroli di sejumlah lokasi tempat pohon Sialang penghasil madu. Produsen pulp dan kertas tersebut juga membantu pemasarannya.

"Alhamdulillah setiap kami panen selalu ada pemesan dari RAPP jadi kami tidak lagi khawatir mau menjual madunya kemana," katanya.

Saptu berharap, perhatian perusahaan pada aktivitas masyarakat penghasil madu bisa terus berlanjut, sehingga madu Sialang yang sudah dikenal itu dapat terus ada dan tidak sampai hilang. Semoga.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : MediaDigital
Editor : MediaDigital

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

# Hot Topic

Rekomendasi Kami

Foto

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper