Bisnis.com, JAKARTA--Pemerintah Indonesia dan Republik Rakyat Bangladesh menandatangani nota kesepahaman bersama (memorandum of understanding/MoU) untuk memperkuat kerja sama di bidang energi antara dua negara.
Dalam kerja sama tersebut, pihak Bangladesh akan berdiskusi lebih lanjut terkait pembangunan fasilitas penerimaan dan infrastuktur gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) di Bangladesh, termasuk kemungkinan pasokan LNG spot dari Indonesia. Selain itu, pihak Indonesia bersedia untuk memfasilitasi Bangladesh dalam diskusi lebih lanjut dengan produsen dan pemasar LNG di Indonesia.
"Nota kesepahaman ini dilandasi hubungan baik antara Indonesia dan Bangladesh untuk melakukan kerja sama di bidang energi. Hari ini untuk Pertamina dan Petrobangla, selanjutnya mungkin untuk perusahaan-perusahaan lain yang bisa mendukung supply LNG untuk Bangladesh," ujar Menteri ESDM Ignasius Jonan dalam acara MoU tersebut di kantor Kementerian ESDM, Jumat (15/9/2017).
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Negara Listrik, Energi, dan Sumber Daya Mineral Bangladesh Nasrul Hamid menyampaikan terima kasihnya kepada Indonesia atas dibukanya peluang kerja sama ini, di mana salah satu tujuannya adalah untuk mengatasi defisitnya pasokan LNG Bangladesh.
"Defisit pada 2018 diperkirakan sekitar 1 juta ton per tahun dan akan meningkat menjadi sekitar 11 juta ton per tahun pada 2030. Untuk memenuhi defisit gas tersebut, Pemerintah Bangladesh akan mengimpor LNG yang akan dilakukan oleh Petrobangla," katanya.
Selain melakukan suplai LNG ke Bangladesh, melalui MoU ini dibuka pula kesempatan bagi Pertamina membangun membangun fasilitas penerimaan LNG yang terdiri dari floating storage and regasification unit (FSRU), mooring dan infrastruktur off-loading, sub-sea, dan pipa gas onshore ke grid gas alam.
"Ini baru awal kerja sama, dibuka kesempatan untuk pengembangan bisnis. Kita akan bicara lebih lanjut teknisnya nanti," tutur Direktur Gas Pertamina Yenni Andayani.
Seperti diketahui, masih banyak kargo LNG di Indonesia yang belum terserap. Kargo gas yang tidak terserap ini memiliki tren yang terus meningkat.
Pada 2014 ada 22 kargo, rinciannya 16 kargo diekspor dan sisanya untuk domestik. Setahun kemudian jumlahnya membengkak jadi 66 kargo, rinciannya 60 kargo diekspor dan 6 kargo untuk dalam negeri.
Tahun lalu juga ada 66,6 kargo tidak terserap, rinciannya 43 kargo diekspor dan 23,6 kargo untuk dalam negeri.