Bisnis.com, DENPASAR - Petani salak di Sibetan Karangasem mengembangkan inovasi baru yang berbahan baku salak menjadi kopi, teh, jajanan pia, dan cuka.
Petani Salak asal Sibetan Karangasem I Nyoman Mastra mengatakan inovasi ini tercipta lantaran harga salak yang murah dan masyarakat yang mulai beralih mengembangkan variatas tanaman lain selain salak.
Menurutnya, salak dalam beberapa tahun lagi terancam punah. Sehingga, dia yang semula berprofesi sebagai pemandu wisata beralih menjadi petani salak pada 2011. Kemudian, mengembangbangkan kopi, teh, jajanan pia, dan cuka yang berbahan baku dari salak.
"Saya menemukannya secara tidak sengaja," katanya, Sabtu (5/8/2017).
Waktu itu, Mastra memunguti biji salak yang dibuang sehabis dimakan. Tidak jauh dari sana, ada pula tanaman kopi yang bijinya berserakan sisa dimakan kelelawar. Ketika dipungutinya biji kopi itu, terbesit untuk mengembangkan kopi dari biji salak.
Mastra kemudian mengembangkan kopi dari biji salak pada 2013. Proses pembuatan kopi dari biji salak sama halnya dengan pembuatan kopi pada umumnya.
Namun, ketika kopi biji salak itu telah berhasil dibuat, timbul rasa takut untuk menjadikannya minuman. Namun ketika telah dilakukan penelitian oleh salah satu universitas di Bali, ternyata kopi dari biji salak memiliki khasiat yang sangat tinggi.
Kopi dari biji salak hasil inovasinya ini diberi nama King Kopi Salak Antioksidan.
"Kandungan antisioksidannya tinggi yakni 436 dan kafeinnya rendah hanya 0,2%," katanya.
Dari sana, Mastra kemudian mengembangkan inovasi lainnya yang berasal dari salak yakni teh dari kulit salak, pia dari daging salak, dan cuka dari hasil perasan daging salak rebus.
Bahkan menurutnya, dibandingkan cuka apel, cuka dari salak lebih banyak kandungan gizinya.
Saat ini Mastra masih mengusahakan hak paten inovasi salaknya.
"Jangan sampai kita yang menemukan tapi malah diproses di luar daerah kita," katanya.
Kini, kopi dari biji salak tersebut telah dipasarkan ke berbagai daerah. Tidak hanya di Bali tetapi juga luar negeri seperti Prancis, Australia, dan Jerman. Bahkan, menurutnya, Jerman merupakan negara tujuan ekspor kopi biji salak terbesar.
Harga per 100 gramnya biji salak masih dijual Rp35 ribu. Namun, Mastra mengatakan harga memang masih melihat kebutuhan pasar.