Bisnis.com, JAKARTA - PT Kelola Mina Laut (KML Group), perusahaan pengolahan ikan, khawatir pencabutan subsidi BBM nelayan 30 gros ton ke bawah akan menaikkan harga bahan baku.
Direktur Operasional KML Group Zainul Wasik mengatakan 80% bahan baku surimi berasal dari hasil tangkapan kapal di bawah 30 gros ton. Kapal-kapal itu umumnya dari sekitar Brondong, Lamongan dan Palang, Tuban. Sisanya dipenuhi dari nelayan-nelayan dengan kapal di atas 30 GT dari Juwana, Pati; Rembang; dan Bulu, Tuban.
Adapun pasokan bahan baku yang masuk ke pabrik surimi KML Group di Tuban berkisar 24.000-30.000 ton per tahun atau 30% dari kapasitas terpasang. Bahan baku itu a.l. berupa ikan kurisi, gulamah, kuniran, swangi, kapasan, dan bloso.
"Ada kemungkinan kalau tanpa subsidi, harga bahan baku mahal sehingga daya serap perusahaan kecil karena enggak kuat dari segi harga," katanya saat dihubungi, Selasa (1/8/2017) malam.
Jika harga naik, sambung dia, daya saing surimi Indonesia akan tergerus di pasar global setelah selama ini kesulitan bahan baku akibat pelarangan cantrang. Dibandingkan dengan India, Thailand, dan China, Zainul cemas Indonesia bisa menjadi pilihan terakhir.
Dalam tiga tahun terakhir pabrik surimi grup menghasilkan 8.000 ton surimi dengan nilai penjualan US$16 juta per tahun. Sebanyak 70% hasil produksi diekspor, sedangkan sisanya dipakai oleh beberapa anak perusahaan dan perusahaan afiliasi yang mengolah surimi a.l. menjadi bakso ikan, tempura, fish cake, dan nugget.
Zainul mengusulkan sebaiknya solar subsidi tetap ada untuk nelayan dengan ukuran kapal 30 GT ke bawah. Jika subsidi dicurigai lebih banyak dinikmati oleh segelintir tengkulak, Zainul menyarankan sistem distribusi tertutup menggunakan kartu.