Bisnis.com, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Iganasius Jonan merestui perjanjian jual beli listrik antara PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan 58 perusahaan pengembang swasta (independent power producer/IPP) untuk membangun pembangkit listrik dari energi terbarukan.
Sebelumnya, Jonan memberi syarat kepada PLN agar menggunakan skema delivery or pay yakni listrik baru dibayar ketika sudah bisa dikirimkan dan memberikan denda bila listrik mengalami kegagalan pengiriman.
Penandatanganan jual beli listrik atau power purchase agreement (PPA) tersebut akan dilaksanakan pada Rabu mendatang (2/8). Dari 62 IPP yang mengajukan kontrak dengan total kapasitas 363,67 megawatt (MW), empat perusahaan diantaranya dinyatakan belum siap.
"Selain itu, ada 6 perusahaan lain yang akan membangun pembangkit listrik tenaga surya [PLTS] yang akan ditandatangani pada hari yang sama," kata Jonan kepada bisnis, Minggu 30/7/2017).
Dia menambahkan bahwa dengan perjanjian jual beli listrik ini, berarti energi baru dan terbarukan layak dikembangkan investor. Kontrak jual beli juga membuktikan bahwa dengan harga maksimal 85 persen dari harga pokok produksi daerah tempat pembangkit didirikan bisa cukup menguntungkan produsen.
"Kalau mereka jual rugi, mana mungkin mau tanda tangan kontrak. Ini bisa jadi acuan bagi calon investor lain yang hendak berbisnis listrik," tutur Jonan.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Pembangkit Listrik Tenaga Air (APPLTA) Riza Husni mengomentari, perjanjian kontrak energi terbarukan dengan skema delivery or pay adalah salah satu keputusan yang dibutuhkan untuk mengangkat iklim investasi kelistrikan.
"Kebijakan ini tentunya menguntungkan pihak IPP yang berskala kecil atau di bawah 10 mw. Namun, PLN jangan semena-mena sehingga IPP bisa terkena pinalti," katanya menjawab bisnis.
Namun, Riza masih meminta pemerintah merevisi regulasi yang mewajibkan aset pembangkit listrik diserahkan kepada negara setelah 30 tahun.
Skema itu disebut pola kerja sama build, own, operate, transfer (BOOT) yang diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral no.10/2017 tentang Pokok-Pokok Perjanjian Jual Beli Listrik.
"Hal itu akan merugikan IPP, khususnya yang membangun pembangkit dengan kapasitas rendah. IPP membutuhkan biaya yang besar untuk membangun pembangkit listrik. Apalagi IPP yang kecil. Bagaimana IPp bisa menyerahkan asetnya begitu saja? Skema BOOT perlu dirubah," katanya.
Dia menjelaskan, seharusnya pembangkit tidak diserahkan kepada negara dengan begitu saja. Pembangunan pembangkit energi terbarukan menggunakan dana pinjaman dengan bunga yang tinggi. "Mungkin, pemerintah atau PLN bisa membeli pembangkit dengan harga yang wajar."
Hingga berita ini diturunkan, belum ada jawaban dari pihak PLN. Bisnis mencoba mengkonfirmasi Kepala Satuan Korporat PLN I Made Suprateka dan Direktur Pengadaan PLN Nicke Widyawati namun tidak menjawab.