Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KOMODITAS GARAM: Industri Dukung Penyatuan Jenis Garam

Industri mendukung adanya penyatuan jenis garam dalam aturan tata niaga impor komoditas itu
Petani mengangkut air untuk produksi garam lokal di tempat pembuatan garam Desa Lacok Bayu, Aceh Utara, Aceh, Senin (24/7)./ANTARA-Rahmad
Petani mengangkut air untuk produksi garam lokal di tempat pembuatan garam Desa Lacok Bayu, Aceh Utara, Aceh, Senin (24/7)./ANTARA-Rahmad


Bisnis.com, JAKARTA — Industri mendukung adanya penyatuan jenis garam dalam aturan tata niaga impor komoditas itu.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman mendukung usulan adanya penyatuan jenis garam dalam regulasi impor komoditas tersebut. Hal itu untuk menghindari distorsi yang kerap terjadi akibat pembagian garam konsumsi dan garam industri.

“Saya sangat setuju harus ada perubahan regulasi,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Rabu (26/7).

Dia menjelaskan saat ini pasokan garam dari berbagai belahan dunia sebagian besar merupakan spesifikasi garam industri. Namun, akibat adanya pembagian dalam regulasi di Tanah Air, industri kerap kesulitan mendapatkan izin impor.

“Kalau pada saat panen cukup banyak, industri tidak boleh impor. Padahal industri butuh spek khusus industri,” jelasnya.

Dengan penyatuan, sambungnya, akan mengurangi distorsi yang kerap terjadi dalam pemenuhan kebutuhan komoditas itu. Adhi mengatakan saat ini kebutuhan industri mamin mencapai 450.000 ton per tahun.

“Disatukan saja garam namun tinggal dibagi berdasarkan gradenya sehingga lebih sederhana,” paparnya.

Dia menyebut kasus yang menimpa PT Garam akibat regulasi yang dinilainya kurang sederhana. Perusahaan itu diduga mengimpor garam industri untuk kebutuhan konsumsi karena memang pasokan yang ada dari Australia maupun India adalah jenis tersebut.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Tony Tanduk juga mendukung penyatuan jenis penggunaan garam. Dengan demikian, aturan yang ada akan lebih sederhana.

“Harusnya memang disatukan karena di belahan manapun di planet ini garam sama,” ujarnya.

Tony menilai hal yang lebih krusial adalah mutu garam domestik. Menurutnya, saat ini kualitas hasil dari produksi lokal masih rendah.

“Penyatuan jenis garam tidak akan menyulitkan industri karena mereka bisa test sendiri mutunya,” jelasnya.

Pembagian jenis penggunaan impor garam diatur melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 125/M-DAG/Per/12/2015 tentang Ketentuan Impor Garam. Aturan itu ditetapkan pada akhir 2015 dan mulai berlaku pada April 2016.

Dalam beleid tersebut, garam industri dan garam konsumsi dibedakan berdasarkan persentase kandungan natrium klorida (NaCl). Untuk garam konsumsi, besara kandungan NaCl adalah paling sedikit 94,7% sampai dengan kurang dari 97% sedangkan untuk kebutuhan industri kandunganya adalah 97%.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan sebelum menjelaskan pemerintah tengah membahas penyederhanaan tata niaga impor garam. Usulan yang diajukan adalah menghilangkan jenis garam berdasarkan penggunaannya.

Oke menyebut pembagian jenis garam berdasarkan peruntukan hanya ada di Indonesia. Pada semester 2 2017, Kementerian Perdagangan menerbitkan izin impor garam industri untuk 27 perusahaan.

Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (Aipgi) mencatat kebutuhan garam nasional mencapai 3,7 juta ton per tahun dengan pembagian 450.000 ton untuk industri aneka pangan, 1,7 juta ton untuk industri kimia, serta 200.000 ton untuk pengeboran minyak.

Kemudian 470.000 ton untuk pakan ternak dan pengasinan ikan, 230.000 ton untuk industri lain dan konsumsi rumah tangga sebanyak 650.000 ton. Nilai tambah dari impor garam industri yang hanya US$100 juta per tahun mencapai US$28,2 miliar. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper