Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

HARI KOPERASI ke-70: Menggurita di Jepang, jadi Panutan di Eropa. Bagaimana Indonesia?

koperasi telah demikian menguasai sektor pertanian hingga menggurita di Jepang, sementara itu di Eropa betapa koperasi menjadi panutan bagi pelaku ekonomi yang lain, bahkan di Amerika Serikat di mana liberalisme ekonomi berkembang, koperasi justru mampu melebarkan sayapnya bersaing dengan pelaku ekonomi yang lain dalam level of playing field yang setara.
Ilustrasi./.Bisnis.com
Ilustrasi./.Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA- Sejarah pernah mencatat Bung Hatta sebagai ekonom generasi awal Indonesia yang bahkan hingga tutup usia tak pernah mampu mewujudkan impiannya untuk memiliki sepatu merek Bally.

Namun, sang proklamator itu bertenang saat menutup mata ketika telah mempu mendefinisikan konstitusi ekonomi Indonesia sebagai bangun ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan dalam wadah bernama koperasi.

Sayangnya seiring waktu berjalan, bahkan hingga tujuh dasawarsa berlalu sejak ia berdiri di belakang Bung Karno untuk memproklamasikan kemerdekaan, koperasi yang diimpikannya mampu mengubah keadaan rakyat menjadi lebih baik nyatanya masih jauh panggang dari api.

Bung Hatta memang tak pernah salah meletakkan pondasi koperasi sebagai bangun ekonomi yang dianggap paling sesuai untuk bangsa Indonesia, namun para penerusnya belum juga mampu menerjemahkan cita-citanya.

Mimpi Bung Hatta ibarat utopia yang berada di alam imajinasi yakni ketika koperasi telah benar-benar mampu mengangkat derajat perekonomian bangsa. Bahkan para pengambil keputusan untuk beberapa rezim di Tanah Air kerap kali tampak tidak yakin bahwa koperasi mampu mengambil peran sebagaimana yang diharapkan Bung Hatta.

Mereka mestinya melihat betapa koperasi telah demikian menguasai sektor pertanian hingga menggurita di Jepang, sementara itu di Eropa betapa koperasi menjadi panutan bagi pelaku ekonomi yang lain, bahkan di Amerika Serikat di mana liberalisme ekonomi berkembang, koperasi justru mampu melebarkan sayapnya bersaing dengan pelaku ekonomi yang lain dalam "level of playing field" yang setara.

Pengamat koperasi Suroto pun mengatakan di Indonesia koperasi hanya perlu keberpihakan agar bisa menjadi instrumen yang paling efektif untuk memeratakan pendapatan dan kekayaan.

"Indonesia menghadapi masalah kesenjangan struktural yang akut, koperasi merupakan instrumen yang tepat untuk menyelesaikan masalah ini," ujar Ketua Umum Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategis (Akses) seperti dikutip Antara, Rabu (12/7/2017).

Namun faktanya, belum adanya keberpihakan yang nyata dari pembuat kebijakan jelas membuat ketimpangan pengembangan koperasi terus berlanjut.

Akibatnya pun menjadi nyata ketika indeks rasio gini di Indonesia masih bertengger di angka 0,40% dengan tingkat akumulasi kekayaan pada segelintir elite yang masih sangat besar.

"Padahal kemiskinan dan pengangguran dengan sendirinya juga akan menurun kalau kita dapat mengefektifkan koperasi," ucap Suroto.

Sayangnya, koperasi yang dalam istilah ekonomi berkonsep "economic patron refund" yakni ketika transaksi yang terjadi justru mengembalikan nilai tambah kepada pelakunya malah tidak mendapatkan tempat untuk berkembang laksana pelaku usaha lain di Indonesia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper