Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah perusahaan domestik dan luar negeri diketahui berminat dan sedang melakukan perhitungan guna mendirikan pabrik petrokimia di Indonesia.
Beberapa perusahaan yang disebutkan berminat tersebut antara lain PT.Pupuk Indonesia, Sojitz, Elsoro Multi Pratama.
Merespons tingginya minat mendirikan pabrik petrokimia tersebut, Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Kementerian Perindustrian, Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan pemerintah memfasilitasi pemberian fasilitas dan insentif bagi investor yang ingin mendirikan industri petrokimia, di antaranya pembangunan infrastruktur.
Pada 2016, paparnya, pemerintah telah membuka jalan baru di Papua sebagai komitmen dalam membangun kawasan Indonesia Timur. Upaya ini juga dilakukan untuk mendukung investasi petrokimia baru di Bintuni, Papua Barat. Selain jalan, pemerintah juga telah melengkapi kebutuhan infrastruktur dasar seperti air, listrik yang memadai dan pelabuhan industri.
Fasilitas lainnya yakni insentif fiskal berupa tax allowance dan tax holiday dengan persyaratan tertentu untuk industri yang spesifik.
"Selain itu, sedang diusulkan insentif khusus berupa pembebasan pajak untuk 20 tahun. Kebijakan ini masih terus didiskusikan di rapat tingkat Menko Perekonomian, yang akan dimanfaatkan bagi investor di Bintuni dan Masela," katanya dikutip dari laman kemenperin.go.id, Rabu (5/7/2017).
Sigit mengemukakan kapasitas industri petrokimia terus meningkat sejak tahun 2010 dengan rata-rata 0,845 million ton per annum (MTPA). Total kapasitas di 2016 mencapai 33,727 MT. “Saat ini, industri petrokomia di Indonesia mampu memproduksi 42 jenis produk, dengan produk utama urea, ammonia, ethylene dan propylene,” ujarnya.
Meski berada di peringkat kelima dunia, namun Indonesia memiliki tantangan di industri petrokimia pada tiga basis produk, yaitu olefin, methane dan aromatic. “Indonesia masih membutuhkan impor untuk kimia dan farmasi. Menurut BPS, Indonesia mengimpor USD 19,03 miliar di 2016, sedangkan ekspornya USD10,84 miliar,” ujarnya.