Bisnis.com, JAKARTA- Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menilai tutupnya gerai 7-Elevel (Seven Eleven/Seve)l di Indonesia merupakan murni akibat penilaian bisnis.
“Murni bussiness judgment jadi dalam satu kegiatan usaha kalau dia terus menerus merugi maka pemegang saham atau direksi harus berani ambil keputusan. Pengalaman saya sebagai pelaku pernah menutup usaha tidak sebesar itu,” ujarnya, Selasa (4/7/2017).
Mendag mengungkapkan akan segera melakukan pertemuan dengan manajemen Sevel. Hal itu untuk mendengarkan proses bisnis dan evaluasi dari pihak terkait.
Adapun Enggartiasto mengatakan baru akan mengadakan pertemuan dengan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) setelah mengadakan pertemuan dengan manajemen sevel. Sampai saat ini, dia menyebut belum ada permintaan terkait revisi aturan minimarket.
“Dia [Aprindo] belum kirim surat apapun. Sesudah mendengar dari Sevel dan Aprindo baru kita bahas,” jelasnya.
Dia menyayangkan penutupan Sevel di Indonesia. Pasalnya, bisnis tersebut dinilai mampu menyerap tenaga kerja khususnya.
Seperti diketahui, Modern Internasional menghentikan operasional Sevel secara resmi per 30 Juni 2017. Perseroan sebelumnya sudah menutup gerai Sevel secara bertahap sejak 2015.
Penutupan gerai secara keseluruhan dilakukan usai Modern Internasional gagal mencapai kesepakatan penjualan jaringan Sevel di Indonesia dengan PT Charoen Pokphand Restu Indonesia (CPRI), anak usaha PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk. (CPIN).
CPRI dan PT Modern Sevel Indonesia, anak usaha Modern Internasional, telah meneken Conditional Sales Purchase Agreement (CSPA) pada 19 April 2017. Nilai penjualan Sevel disepakati sebesar Rp1 triliun.
Sebelum dapat diwujudkan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum batas akhir perjanjian pada 30 Juni 2017. Salah satunya adalah persetujuan pemilik franchise 7-Eleven Inc. yang berbasis di AS.
Namun, sebelum sampai ujung Juni 2017, para pihak memutuskan membatalkan CSPA tersebut.