Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

7-ELEVEN TUTUP: Teori Inovasi Dibeberkan Pengamat Bisnis

Keputusan PT Modern Internasional Tbk. untuk tidak lagi melanjutkan operasional jaringan convenience store 7-Eleven menuai reaksi dari banyak pihak. Ada yang menyebut perseroan tidak sanggup menghadapi tantangan bisnis, ada yang menyebutnya sebagai korban regulasi
Gerai 7-Eleven yang dikelola PT Modern Sevel Indonesia (MSI) Jakarta, Sabtu (24/6)./JIBI-Nurul Hidayat
Gerai 7-Eleven yang dikelola PT Modern Sevel Indonesia (MSI) Jakarta, Sabtu (24/6)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA— Keputusan PT Modern Internasional Tbk. untuk tidak lagi melanjutkan operasional jaringan convenience store 7-Eleven menuai reaksi dari banyak pihak. Ada yang menyebut perseroan tidak sanggup menghadapi tantangan bisnis, ada yang menyebutnya sebagai korban regulasi.

Namun, ada pula yang memiliki sudut pandang berbeda. Pengamat bisnis dan marketing Managing Partner Inventure Yuswohady misalnya, menilai 7-Eleven (Seven Eleven/Sevel) adalah korban innovation fallacies atau pemahaman umum yang keliru mengenai inovasi.

Ketika hadir dan berkembang di Indonesia, dia memandang Sevel sebagai pahlawan inovasi. Alasannya, convenience store itu mampu memberi terobosan inovasi bagi industri ritel Indonesia yang kekurangan ide-ide bisnis segar.

Tetapi, dalam tulisannya bertajuk Kejatuhan Sevel dan Innovation Fallacies, Yuswohady menerangkan terobosan itu tenggelam oleh empat kekeliruan inovasi yang terjadi.

Kekeliruan inovasi tersebut yaitu:

Smash-Hit Fallacy

Banyak inovator menganggap kesuksesan inovasi adalah sukses besar sekali pada momen peluncuran. Begitu sukses pada momen tersebut, inovator berpikir kesuksesan bakal terus terjadi.
Hal ini dialami Sevel. Begitu konsep bisnisnya meluncur pada 2009 dan berhasil, tak ada inovasi lanjutan untuk menyempurnakannya. Perusahaan pun lantas berpikir model bisnis yang dijalankannya sudah final sehingga terburu-buru menambah cabang baru secara agresif.
Padahal, model bisnisnya baru bisa menghasilkan value ke konsumen dan belum menghasilkan breakthrough value ke pemegang saham yang berupa profit berkelanjutan.

Sprinter Game Fallacy
Inovasi bukanlah lomba lari cepat 100 meter, tapi lomba lari maraton. Setelah inovasi besar terwujud, diperlukan inovasi-inovasi kecil dalam kurun waktu panjang.
Dalam banyak kasus, inovasi kecil justru menjadi penentu kesuksesan. Apple dapat menjadi contoh perusahaan yang terus melakukan inovasi.
Sementara itu, Yahoo! dan Friendster bisa menjadi bukti inovator yang malas memperbaiki diri setelah sukses mewujudkan inovasi besar. Akibatnya, posisinya diambil alih inovator lain.
Dalam kasus Sevel, seharusnya perusahaan melakukan inovasi lanjutan untuk menyempurnakan model revenue. Sevel disebut tidak memiliki prinsip beta mentality atau pola pikir bahwa inovasi yang sudah meluncur masih berbentuk versi beta yang harus diperbaiki tanpa henti.

Ideation Fallacy
Innovation is not only about idea, it’s also about execution. Eksekusi sangat krusial dalam sebuah inovasi.
Sukses Sevel masih berupa sukses kreativitas dan belum sepenuhnya sukses inovasi. Seperti Sevel, banyak inovator terbuai kehebatan ide yang telah diciptakan tapi lupa pada eksekusi.
Untuk mengeksekusi ide bisnis brilian, dibutuhkan kedisiplinan. Di sini lah kelemahan Sevel.

Concord Fallacy
Seperti kejatuhan proyek pesawat supersonik Concord yang dihentikan operasinya pada 2003, Sevel terobsesi oleh terobosan inovasi yang telah diciptakan. Yuswohady mengatakan jaringan convenience store itu terus lari kencang walaupun tahu operasinya berdarah-darah.
Terobosan model bisnis yang inovatif membuat Sevel terlalu percaya diri dan silau terhadap persoalan riil yang dihadapi, yaitu operasi yang merugi.

Seperti diketahui, Modern Internasional menghentikan operasional Sevel secara resmi per 30 Juni 2017. Perseroan sebelumnya sudah menutup gerai Sevel secara bertahap sejak 2015.

Penutupan gerai secara keseluruhan dilakukan usai Modern Internasional gagal mencapai kesepakatan penjualan jaringan Sevel di Indonesia dengan PT Charoen Pokphand Restu Indonesia (CPRI), anak usaha PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk. (CPIN).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper