Bisnis.com, JAKARTA— Kondisi industri ritel Indonesia diyakini bukan menjadi penyebab tutupnya jaringan 7-Eleven (Seven Eleven/Sevel), yang resmi berhenti beroperasi per 30 Juni 2017.
Lembaga pemeringkat Fitch Ratings menyatakan tutupnya 7-Eleven disebabkan PT Modern Internasional Tbk. (MDRN), pemilik waralaba tersebut di Indonesia, tidak mampu mengatasi berbagai tantangan regulasi dan model bisnis yang terus bermunculan. Fitch mengatakan risiko yang dihadapi perseroan berbeda dengan tantangan yang ada di perusahaan ritel lainnya.
Larangan penjualan minuman beralkohol dan model bisnis yang tidak jelas antara convenience store dengan restoran, diyakini menjadi penyebab. Hal ini pun berpengaruh terhadap profil utang perseroan.
Sebelum memutuskan untuk berhenti beroperasi secara total akhir bulan lalu, Modern Internasional sebenarnya sudah melakukan penutupan gerai secara bertahap setidaknya dalam dua tahun terakhir.
Pada 2016, perseroan menutup 25 gerai. Setahun sebelumnya, terdapat sekitar 20 toko yang ditutup.
Penutupan-penutupan itu membuat jumlah gerai perseroan secara keseluruhan berkurang menjadi 161 toko pada 2016.
Mau tak mau, penyusutan toko Sevel berpengaruh terhadap pendapatan perusahaan.
“Penutupan gerai membuat penjualan merosot 28% dan EBITDA turun, pada 2016. Kondisi ini membuat profil utang perseroan tidak stabil,” sebut Fitch dalam laporannya, Minggu (2/7/2017).
Berdasarkan laporan keuangan Modern Internasional, pada kuartal I/2017 perseroan hanya mengantungi pendapatan sebesar Rp138,62 miliar atau 37,17% lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya yang sekitar Rp220,66 miliar.
Perseroan juga mengalami rugi periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk senilai Rp447,93 miliar. Padahal, setahun sebelumnya Modern Internasional masih memeroleh laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk Rp21,31 miliar.