BIsnis.com, JAKARTA—Kementerian Perindustrian telah menyampaikan tanggapan tertulis ke Kementerian Perdagangan terkait kebijakan wajib lelang gula kristal rafinasi.
"Audiensi juga sudah kami lakukan baik dengan Menteri maupun Dirjen terkait. Kami sedang petakan lagi [risiko untuk industri mamin]," jelas Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian Panggah Susanto, Rabu (14/6/2017).
Kebijakan pemerintah untuk mewajibkan distribusi gula rafinasi atau gula industri melalui proses lelang akan menambah beban biaya industri makanan dan minuman nasional. Sektor tersebut diprediksi harus menambah belanja total Rp150 miliar per tahun.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) Triyono Prijosoesilo mengatakan biaya tersebut akan memberatkan kinerja industri mamin yang saat ini sudah terluka oleh banjirnya produk makanan dan minuman ringan impor.
“Selama ini mekanisme penjualan dan pembelian gula kristal rafinasi melalui skema business to business dan berjalan dengan baik antara pengguna dan produsen. Kebijakan itu justru membuat iklim usaha industri mamin menjadi tidak kondusif,” jelas Triyono pada Bisnis belum lama ini.
Proses jual-beli gula rafinasi pun selama ini sudah transparan dan kontraknya selalu dilaporkan kepada pemerintah. Triyono menjelaskan kebutuhan gula rafinasi industri makanan dan minuman mencapai 3 juta ton per tahun. Bisnis mencatat pada 2017 ini, pemerintah memberikan kuota impor gula mentah untuk industri sebanyak 3,22 juta ton.
Baca Juga
Selama ini, industri gula rafinasi mengimpor seluruh kebutuhan bahan bakunya, sehingga neraca gula nasional selalu mengalami defisit. Kementerian Perdagangan meminta produsen gula rafinasi melakukan lelang karena kerap terjadi kebocoran gula tersebut di pasar tradisional.