Bisnis.com, JAKARTA — PT Amman Mineral Nusa Tenggara dan PT Freeport Indonesia memutuskan untuk memangkas jumlah tenaga kerja dengan alasan efisiensi.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono mengatakan PT Amman Mineral Nusa Tenggara akan memangkas 700 karyawannya. Alasannya, manajemen melakukan efisiensi sehingga jumlah karyawan harus dikurangi.
Kendati demikian, dia menyebut langkah pengurangan tenaga kerja tidak dilakukan dengan cara pemutusan hubungan kerja (PHK). Amman telah menyampaikan bahwa pemangkasan jumlah karyawan dilakukan secara suka rela.
"Mereka melakukan itu karena efisiensi. Tapi mereka menerapkan sesuatu itu sesuai dengan ditawarkan, sukarela jadi tidak masalah," ujarnya di DPR Jakarta, Rabu (7/6).
Menurut Bambang, Amman melalukan efisiensi karena menurunnya produksi. Kendati demikian, dia menyebut penyerapan temaga kerja bisa bertambah kembali ketika fasilitas pemurnian mineral (smelter) selesai dikerjakan.
"Operasional fase 7 turun. Begitu smelter jadi, ya ambil karyawan lagi," katanya.
Presiden Direktur Amman Rachmat Makkasau mengakui telah melaporkan kepada pemerintah soal langkah efisiensi yang berdampak pada pengurangan jumlah karyawan. Namun, Rachmat enggan memberi keterangan lebih lanjut tentang jumlah karyawan yang harus dikurangi perusahaan.
"Kami review semua. Jadi belum tahu [jumlah tenaga kerja yang dikurangi]," tutur Rachmat.
Berkurangnya jumlah pekerja juga terjadi di PT Freeport Indonesia. Paling tidak 5.000 pekerja dengan 3.000 mogok dan 2.000 pekerja mengajukan pengunduran diri karena masuk dalam daftar dirumahkan oleh perusahaan (furlough).
Juru bicara Freeport Indonesia Riza Pratama mengatakan sekitar 3.000 karyawan yang dinyatakan mengundurkan diri itu lantaran mereka tidak masuk kerja tanpa keterangan jelas sejak Mei. Manajemen, tutur Riza, telah memberikan imbauan, tetapi tak dihiraukan 3.000 pekerja yang mogok.
Di sisi lain, 2.000 karyawan lainnya masuk dalam program furlough yang bergulir sejak Februari, ketika produksi dihentikan karena terganjal izin ekspor. "Data per hari ini sekitar 3.000 pekerja dianggap mangkir," katanya.