Bisnis.com, JAKARTA- Imam Haryanto, Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) mengungkapkan industri musik di Tanah Air tergolong lebih maju dibandingkan negara tetangga, misalnya Singapura dan Malaysia.
Namun, dengan luasan Indonesia yang sangat besar daripada kedua negara tersebut, maka upaya pengawasan dan penindakan terhadap pembayaran royalti musik menjadi terhambat.
Tak hanya itu, Malaysia dan Singapura dinilainya memiliki dukungan regulasi yang sangat kuat, sehingga memacu tingkat kepatuhan pembayaran royalti musik.
“Di kedua negara itu, royalti musik menjadi satu paket yang merupakan persyaratan ketika pemerintah memberikan izin usaha atau perpanjangan. Di Indonesia, peraturannya memang beda dan jalan sendiri-sendiri sehingga nilai yang didapat juga tidak besar,” ucapnya.
Menurutnya, peluang perluasan pembayaran royalti musik di Indonesia cukup besar karena tingkat perekonomian negara ini yang terus tumbuh. Hal tersebut juga memacu pertumbuhan iklim bisnis, terutama di sektor properti dan media penyiaran.
“Musik selalu dibutuhkan, mulai dari nada tunggu telepon di perkantoran, lagu-lagu yang diputar di pusat perbelanjaan dan alat transportasi yakni kereta api, pesawat, dan kapal laut. Tapi lagi-lagi upaya penagihan kepada pemilik usaha memang tidak mudah di tengah terbatasnya sumber daya manusia di LMKN,” jelasnya.