Bisnis.com, JAKARTA –Industri kaca nasional mengkhawatirkan laju impor produk sejenis dari Malaysia.Tahun ini, Malaysia menyelesaikan investasi dua tungku dengan tambahan produksi mencapai 700.000 ton kaca.
Berdasarkan catatan Asosiasi Kaca Lembaran Indonesia (AKLI) produksi kaca lembaran Asia Tenggara pada 2016 mencapai 3 juta ton per tahun, dengan 1,497 juta ton produksinya berada di Indonesia. Permintaan kaca Asia Tenggara cenderung stagnan di level 2 juta ton per tahun.
Ketua Umum AKLI Yustinus Gunawan menyampaikan dengan surplus saat ini yang cukup besar, impor kaca yang masuk ke Indonesia cukup banyak. Dengan tambahan produksi di Malaysia, impor ke Indonesia ditakutkan akan kian besar.
“Karena lokasi Indonesia cukup dekat dan harga gas di Malaysia cukup murah. Mereka sudah selesaikan dua proyek tungku barunya. Kalau untuk industri kaca, harga gas itu sangat menentukan efisiensi karena menyumbang 20%—25% dari total biaya produksi,” jelas Yustinus di Jakarta, Minggu (21/5/2017).
Adapun, produk kaca Malaysia diprodusi dengan harga gas sekitar US$5,5 per MMBtu, sedangkan harga gas industri kaca Indonesia masih pada kisaran US$9,2 per MMbtu. Tahun lalu, industri kaca membutuhkan 10,3 juta MMBtu gas.
Tingginya harga gas membuat beberapa industri kaca mengurangi produksinya dan menahan investasi tungku baru.
Yustinus menyebut pabrik kaca di Jawa Tengah misalnya, sudah mengurangi produksinya karena persoalan pasokan gas. Perusahaan berencana membangun tungku baru, namun masih menunggu kepastian harga gas industri.
Yustinus menyampaikan salah satu pabrik kaca lokal, yaitu Asahimas Flat Glass Tbk membangun tungku baru di Cikampek. Kendati demikian, investasi baru tersebut dilakukan karena RTRW kawasan Ancol di mana pabrik sekarang beroperasi, tidak memperbolehkan adanya kegiatan manufaktur.