Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) akan mencari informasi kepada importir tentang data apa saja yang dibutuhkan berkaitan dengan penerapan program pengawasan impor seafood oleh Amerika Serikat tahun depan.
"Anggota saya akan kejar ke importir karena importir juga banyak yang belum ngerti," ujar Ketua Umum AP5I Budhi Wibowo seusai workshop tentang seafood import monitoring program (SIMP) di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Senin (10/4/2017).
Setelah ada pemahaman yang sama antara anggota AP5I dengan importir di AS, pihaknya akan berkoordinasi dengan KKP mengenai format pelaporan data yang benar.
"Kalau pemerintah AS suatu saat ingin audit, kan auditnya lewat competen authority. Jangan sampai dari eksportir ini datanya beda-beda, lalu KKP tidak bisa membuktikan," tutur Budhi.
AP5I beranggotakan perusahaan-perusahaan eksportir produk perikanan, seperti udang beku, loin tuna, fillet kakap, dan ikan kaleng.
Soal udang yang belum dikenai aturan itu tahun depan, Budhi mengatakan persiapan harus dilakukan sejak sekarang sekalipun AS belum memastikan kapan kewajiban pelaporan ketertelusuran komoditas primadona itu berlaku. Ekspor udang ke Negeri Paman Sam tahun lalu tercatat US$859,6 juta menurut UN Comtrade. Indonesia merupakan pemasok udang terbesar kedua ke AS setelah India yang tahun lalu mengapalkan udang senilai US$1,1 miliar.
"Udang harus siap. Enggak boleh spekulasi," kata Budhi.
Sebanyak 13 spesies ikan akan terkena kewajiban pelaporan ketertelusuran saat memasuki pasar Amerika Serikat. Ketigabelas spesies itu mencakup abalone, atlantic cod, atlantic blue crab, mahi-mahi (dolphin fish), kerapu (grouper), king crab, pacific cod, kakap merah (red snapper), teripang, hiu, udang, ikan pedang (swordfish), dan tuna (albacore, big eye, cakalang, yellowfin, dan bluefin).
Sebagian besar spesies tersebut harus memenuhi kewajiban mulai 1 Januari 2018. Khusus untuk udang dan abalone, pelaksanaannya ditunda hingga waktu yang belum ditentukan.