Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah diharapkan dapat mengawal para investor yang tertarik membangun pabrik bahan baku farmasi. Pasalnya, investasi di sektor tersebut masih seret meski pemerintah mengaku ingin mencapai kemandirian bahan baku obat.
Ketua Umum Pharma Materials Management Club (PMMC) Kendrariadi Suhanda mengungkapkan berdasarkan data yang dihimpun industri, saat ini Indonesia masih mengimpor 95% bahan baku obat dari beberapa negara yaitu China, India, Jepang, dan beberapa negara di Eropa.
“Porsi bahan baku akan berpengaruh terhadap struktur obat sekitar 20%-30% dari harga jual dari pabrik. Untuk itu, pemerintah Indonesia harus mencoba menyusun bukan hanya perkembangan industri hilir tapi juga bagaimana dengan bahan bakunya,” jelas Kendra di Jakarta, Kamis (16/3).
Menurutnya, pengembangan industri bahan baku farmasi merupakan hal yang harus didorong sehingga dapat menekan harga obat di Indonesia. Kemandirian bahan baku juga dapat menjamin ketersediaan dan keterjangkauan obat.
General Manager Quintiles IMS Indonesia, Wiwy Sasongko menyebut industri farmasi Indonesia berkotribusi hingga 27% dari total pangsa pasar farmasi Asean. Kendati demikian, masih butuh dukungan pemerintah untuk dapat mendorong investasi bahan baku.
“Kami masih impor 95% bahan baku, dengan nilai tukar yang fluktuatif, tentu membuat industri berat. Dengan market paling besar, harus mengarah pemenuhan bahan baku secara mandiri. Negara lain sudah merintis. Vietnam sekarang berkembang sekali, bahkan Bangladesh mulai menjajaki,” jelas Wiwy.
Pasar farmasi Indonesia tumbuh rata-rata 20,6% per selama 2011-2016. Saat ini terdapat sekitar 239 perusahaan farmasi yang beroperasi di Indonesia. Sebagian besar industri farmasi terdapat di Jawa Barat (39%), Jawa Timur (20%), dan DKI Jakarta (15%).