Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah kembali menegaskan akan menerapkan sanksi maksimal terhadap para wajib pajak (WP) badan atau orang pribadi yang tidak mengikuti pengampunan pajak (Tax Amnesty).
Sebagai bentuk keseriusan mereka, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah meminta jajarannya menganalisis secara terperinci aktivitas ekonomi WP badan maupun orang pribadi hingga ke tingkat subsektor yang selama ini berkontribusi rendah terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Kami akan melakukan pelaksanaan Undang-Undang Perpajakan secara konsisten. Tadi pak Kapolri, Panglima TNI, dan Jaksa Agung akan mendukung pelacakan terhadap wajib pajak,” tegas Sri Mulyani di Jakarta, Selasa (28/2).
Menurutnya, jika dalam tiga tahun, pemerintah menemukan harta yang belum dideklarasikan atau sudah dideklarasikan namun belum mencakup semua harta, Otoritas Pajak akan menerapkan sanksi denda 2% per bulan atau 48% selama dua tahun.
“Bandingkan dengan Tax Amnesty yang tahap terkahir yang hanya dikenakan denda sebanyak 5%. Ini adalah kesempatan, karena akhir Maret nanti kebijakan tersebut akan berakhir,” jelasnya.
Sanksi bagi WP yang tidak mengikuti kebijakan itu tercantum dalam Pasal 18 ayat 2 UU Nomor 11/2016. Sanksi itu berlaku jika petugas pajak menemukan harta tambahan yang diperoleh dalam kurun waktu 1 Januari 1985 sampai dengan Desember 2015. Harta itupun akan dihitung sebagai penghasilan.
Adapun dalam ayat (3) undang – undang yang sama ditegaskan, tambahan penghasilan tersebut akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) sesuai dengan ketentuan dan ditambah sanksi administrasi perpajakan berupa kenaikan sebanyak 200% pajak terutang.
Meski demikian, dia tak memungkiri, jika capaian pengampunan pajak merupakan salah satu yang terbaik dibandingkan sejumlah negara lainnya, misalnya di Cile dan India. Di dua negara tersebut, capaian program pengampunan pajak hanya 0,6% dari PDB, sedangkan Indonesia sampai saat ini mencapai 0,88% dari PDB.
Capaian itu ditunjukkan, hingga kemarin penerimaan negara dari implementasi kebijakan tersebut mencapai Rp112 triliun, total harta yang diungkap 4.118 triliun, Surat Pernyataan Harta (SPH) sebanyak 760.615, dan WP yang mengikuti program sebanyak 682.822.
Namun demikian, Sri Mulyani menganggap, dari sisi partisipasi WP ikut pengampunan pajak masih bisa ditingkatkan. Pasalnya, dari WP sebanyak 32 juta, WP yang wajib melaporkan SPT – nya sekitar 29,3 juta, hanya 12,6 juta yang melaporkan SPT.
Jumlah tersebut jika dibandingkan jumlah 682.822 WP yang ikut pengampunan pajak masih sangat kecil.
“Makanya, kami menganggap dari sisi peserta masih sangat bisa ditingkatkan. Saat ini waktu implementasi TA tinggal sebulan lagi, karena itu kami berharap para WP yang belum memiliki NPWP atau punya NPWP namun belum menyerahkan SPT untuk mengikuti pengampunan pajak,” tambahnya.
Turunkan Pajak
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Penguasaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani berharap, berakhirnya implementasi pengampunan pajak tersebut segera diikuti perbaikan administrasi perpajakan. Perbaikan tersebut bisa dilakukan melalui revisi Undang – Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU PPh, hingga UU PPn.
Namun demikian, dia mencatat khusus PPh, pemerintah semestinya menurunkan tarif jenis pajak tersebut. Hal itu diperlukan untuk mendongkrak daya saing usaha di tengah ketidakpastian global dan rencana Amerika Serikat yang bakal mengeluarkan kebijakan pajak.
Selain soal, penurunan PPh, Hariyadi juga menyampaikan soal keluhan sejumlah WP terhadap perilaku petugas pajak. Persoalan petugas pajak tersebut acapkali menjadi kendala teknis bagi WP saat akan mendeklarasikan harta mereka dalam program pengampunan pajak.
Meski demikian, sejalan dengan pemerintah dia mengingatkan kepada para WP untuk ikut tax amnesty, pasalnya pada 2018 nanti pemerintah akan mengimplementasikan Automatic Exchange of Information (AEoI) yang mendorong keterbukaan data keuangan. Dengan implementasi tersebut, semuanya bakal terbuka, termasuk data keuangan WP yang belum melaporkan SPT atau mengikuti pengampunan pajak.