Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Asosiasi Bantah Susi soal Pabrik Surimi Bukan Padat Karya

Kalangan industri surimi yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) menepis pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang menyebut industri pasta ikan itu bukan padat karya.
surimi/intrafish.com
surimi/intrafish.com
Bisnis.com, JAKARTA -- Kalangan industri surimi yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) menepis pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang menyebut industri pasta ikan itu bukan padat karya.
 
Klarifikasi itu disampaikan oleh Koordinator Kelompok Industri Surimi AP5I Agus Amin Thohari melalui keterangan tertulis, Senin (27/2/2017). 
 
"Kami mempekerjakan sekitar 10.000 karyawan yang terutama bekerja untuk sortasi dan memotong kepala ikan," jelasnya. 
 
Kepada sejumlah media massa di Nusa Dua, Badung, Bali, akhir pekan lalu, Menteri Susi mengatakan industri surimi tidak padat karya atau robotic (sebagian besar kegiatan dijalankan oleh mesin). Susi pun tak keberatan pabrik surimi tutup jika tak mampu beralih usaha. 
 
Agus mengatakan keberadaan pabrik surimi telah mengangkat kesejahteraan nelayan. Sebelum ada pabrik surimi, ikan rucah tangkapan nelayan dijual dengan harga di bawah Rp1.000 per kg sekadar untuk dijadikan tepung ikan. Setelah pabrik daging ikan lumat berdiri, ikan-ikan berukuran kecil itu dibeli Rp5.000-Rp8.000 per kg.
 
Menurut dia, ikan rucah hasil tangkapan cantrang selama ini memasok 40% kebutuhan bahan baku pabrik surimi di Tanah Air. Adapun sekitar 60% surimi yang dihasilkan dimanfaatkan oleh ratusan usaha kecil dan menengah untuk memproduksi bakso ikan, nugget ikan, otak-otak, pempek, siomay, kerupuk ikan, dan lain-lain. 
 
AP5I memperkirakan perdagangan lokal olahan ikan UKM tersebut sekitar Rp2 triliun per tahun, sedangkan potensi penjualan ekspor US$200 juta per tahun. UKM itu juga melibatkan puluhan ribu tenaga kerja.
 
Dia juga menyebut pernyataan Menteri Susi yang mengatakan ikan rucah sebagai sumber makanan ikan besar kurang tepat. Menurut Agus, secara akademis dalam rantai makanan, ikan rucah tidak dimakan ikan besar, seperti cakalang, karena habitatnya berbeda. 
 
"Dengan demikian tidaklah benar pernyataan yang menyatakan bahwa penangkapan ikan-ikan bahan baku industri surimi akan mengorbankan sustainability (keberlanjutan) ribuan hektar laut dan masa depan jutaan nelayan," katanya. 
 
Agus mengungkapkan industri surimi dibangun dan beroperasi berdasarkan izin Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hingga Oktober 2014 pun, KKP masih menerbitkan surat izin usaha perikanan (SIUP) untuk industri surimi. Namun tiga bulan kemudian, cantrang dilarang digunakan padahal pasokan bahan baku industri surimi bergantung pada alat tangkap jenis pukat tarik itu. Dampak aturan yang mematikan industri itu tentu berpreseden buruk bagi calon investor yang berminat masuk ke Indonesia.
 
"Kami sangat menyesalkan terbitnya Permen KP No 2/2015 dan 71/2016 yang menyebabkan berhentinya pasokan bahan baku industri surimi. Pemerintah seharusnya berkewajiban untuk menjamin pasokan bahan baku bagi industri," katanya.
 
AP5I mengusulkan agar pemerintah segera membentuk tim independen yang beranggotakan wakil pemerintah, akademisi, dan nelayan, untuk mengkaji berbagai alat tangkap yang dilarang menurut Permen KP No 71/Permen-KP/2016 . 
 
Tim itu bertugas mengkaji secara ilmiah apakah betul semua alat tangkap yang dilarang beleid itu merusak lingkungan. Tim tersebut juga bertugas mencari alternatif alat tangkap pengganti jika hasil kajian menunjukkan alat tangkap yang dilarang benar-benar tidak ramah lingkungan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sri Mas Sari
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper