Bisnis.com, JAKARTA – Kinerja ekspor Jepang mencatatkan kenaikan yang lebih kecil dari ekspektasi pada bulan lalu, dengan penurunan penjualan mobil ke AS dan UE berkontribusi terhadap defisit perdagangan yang lebih besar dari perkiraan.
Seperti dilansir Bloombers (Senin, 20/2/2017), nilai ekspor Jepang naik 1,3% pada Januari dibandingkan dengan setahun sebelumnya.
Angka tersebut jauh lebih kecil dari prediksi rata-rata para ekonom dalam survey Bloomberg dengan kenaikan ekspor sebesar 5%.
Pada periode yang sama, kinerja impor naik 8,5% atau lebih besar dari prediksi kenaikan sebesar 4,8%. Kenaikan impor pada bulan lalu adalah yang pertama sejak Desember 2014.
Dengan demikian, defisit perdagangan pada Januari mencapai nilai 1,1 triliun yen (US$9,6 miliar).
Jepang cenderung mencatatkan defisit perdagangan pada Januari akibat perayaan tahun baru China di sejumlah mitra dagang terbesar Jepang, seperti China dan Korea Selatan.
Setelah mematahkan penurunan berkelanjutan pada Desember, kekuatan pada ekspor menjadi dorong bagi upaya PM Shinzo Abe upaya memacu pertumbuhan ekonomi, sekaligus topangan bagi laba korporasi menjelang negosiasi upah musim semi tahunan.
Sementara itu, harga komoditas yang lebih tinggi akibat keputusan OPEC untuk memangkas produksi akan mempengaruhi perdagangan Jepang seiring langkahnya mengimpor seluruh suplai energi.
"Perlambatan pada ekspor hanya sementara. Performa ekspor masih dalam jalur pemulihan. Ekonomi global juga secara stabil membaik,” ujar Yuichi Kodama, kepala ekonom Meiji Yasuda Life Insurance Co.
Jumlah ekspor ke AS turun 6,6% pada Januari dibandingkan setahun sebelumnya, sementara ekspor ke Uni Eropa turun 5,6% dan China naik 3,1%.
Adapun impor minyak mentah melonjak hampir 36% dalam nilai, dengan kontribusi sebesar 2,8% dari kenaikan pada total impor.