Bisnis.com, JAKARTA -- Produsen surimi PT Holi Mina Jaya, menimbang-nimbang untuk merelokasi usaha ke luar negeri setelah pabrik di Rembang, Jawa Tengah, stop beroperasi akibat kelangkaan bahan baku.
Direktur PT Holi Mina Jaya Tanto Hermawan mengatakan beberapa negara sedang dipertimbangkan, seperti India dan kawasan Afrika. Negara-negara itu kaya akan bahan baku.
"Kami sedang pikir-pikir apakah mau pindahkan satu line (pabrik) atau dua-duanya," katanya saat dihubungi, Senin (13/2/2017).
Holi Mina selama ini memproduksi surimi dengan kapasitas pengolahan ikan 150 ton per hari (line 1) dan ikan beku dengan kapasitas 30 ton per hari (line 2). Seluruh hasil produksi diekspor ke Asia, Uni Eropa, dan Amerika Serikat.
Ide untuk merelokasi pabrik mencuat ketika sejumlah buyer dari Thailand dan Jepang mulai kehabisan stok surimi dan mengusulkan agar Holi Mina memindahkan saja pabriknya ke negara lain demi pasokan yang berkelanjutan.
Pabrik Holi Mina lumpuh sejak cantrang dilarang digunakan mulai Januari. Praktis, 800 buruh harian dan 400 pekerja borongan tidak bekerja. Padahal, perusahaan penanaman modal dalam negeri dengan nilai investasi Rp150 miliar itu selama ini mengekspor seluruh hasil produksinya ke Asia, Uni Eropa, dan AS dengan nilai penjualan Rp500 miliar-Rp600 miliar per tahun.
Tanto memandang solusi KKP sulit dipraktikkan. Ikan kerapu dan udang memang dapat menjadi substitusi ikan rucah, tetapi harganya mahal dan tidak layak secara keekonomian untuk memproduksi surimi.
"Tidak mungkin kami beralih ke bahan baku alternatif lain karena negara lain, seperti Vietnam, Pakistan, dan India, masih pakai bahan baku yang sama. Kalau pakai ikan yang mahal, kita enggak punya lagi daya saing," ungkapnya.
KKP pekan lalu melalui laman resminya menyampaikan perusahaan-perusahaan surimi seharusnya melakukan opsi-opsi antisipasi sebelum larangan cantrang berlaku efektif. Opsi ini a.l. melakukan budidaya perikanan untuk suplai bahan baku, mencampur bahan baku dengan alternatif spesies yang relevan, menambahkan input teknologi untuk efisiensi, atau mengimpor dari negara lain. Opsi itu dapat disesuaikan dengan kapasitas masing-masing perusahaan (Bisnis, 10/2/2017)