Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia (Apiki) menyatakan kegiatan karantina ikan yang lamban memang dirasakan oleh banyak pelaku usaha, tidak hanya PT Aneka Tuna Indonesia.
Ketua Apiki Ady Surya berpendapat, sudah saatnya birokrasi meningkatkan pelayanan yang setara, bahkan lebih baik dari negara-negara Asean.
"Karena dalam era MEA ini, kita tidak mungkin mampu bersaing kalau pelayanan birokrasi tidak mampu mendukung peningkatan daya saing perikanan nasional," tuturnya, Kamis (26/1/2017).
Apiki berharap Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) dapat menjadi partner pelaku usaha yang bersinergi memperkuat industri perikanan nasional.
PT Aneka Tuna Indonesia (ATI), produsen tuna kaleng terbesar di Indonesia dengan kapasitas produksi 5.000 ton per bulan atau 60.000 ton per tahun, mengeluhkan kegiatan karantina ikan impor yang memakan waktu hingga 8 hari.
Corporate Planning Manager PT Aneka Tuna Indonesia Shusaku Kobayashi menyebutkan ada dua prosedur yang harus dilalui perusahaan patungan Itochu Corporation dan Hagoromo Foods Corporation --perusahaan pengolahan tuna terkemuka di Jepang-- itu dalam proses karantina.
Pertama, pengecekan dokumen yang membutuhkan kurang dari sehari. Kedua, pengecekan mutu --untuk memastikan kandungan salmonella atau histamin-- yang memerlukan 7-10 hari.
"Dibanding negara lain, permintaan dokumen dari pemerintah Indonesia terlalu ketat. Indonesia bisa meminta 9 jenis dokumen. Padahal Filipina, Thailand, Vietnam, cuma minta 1-3 dokumen," katanya kepada Bisnis.
Di sisi lain, Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) sebelumnya menyatakan kontribusi waktu tunggu layanan di pelabuhan yang disumbangkan BKIPM hanya 0,03 hari alias 43,2 menit terhadap dwelling time nasional 2016 yang mencapai 3,7 hari.