Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Perhubungan akan mengalokasikan dana sekitar Rp5 triliun pada 2017, atau 60% dari total anggaran Direktorat Jenderal Perhubungan Udara tahun ini guna pengembangan bandara yang ada di Indonesia timur.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Suprasetyo mengatakan secara umum kondisi bandara di Indonesia timur sudah cukup baik. Meski begitu, ada sejumlah bandara yang masih memerlukan perbaikan.
“Bandara-bandara itu antara lain bandara di Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Papua. Nanti, akan kami alokasikan dana mencapai 60% dari anggaran Ditjen Perhubungan Udara 2017,” katanya di Jakarta, Kamis (26/01).
Untuk Papua, lanjut Suprasetyo, sedikitnya ada lima bandara akan dikembangkan pemerintah pusat tahun ini a.l. Bandara Ewer, Bandara Merinda, Bandara Oksibil, Bandara Ilaga dan Bandara Subham.
Menurutnya, pengembangan lima di Papua tersebut akan terdiri dari pengembangan terminal dan perpanjangan landas pacu (runway). Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bandara-bandara lainnya di Papua juga akan dikembangkan.
“Sekarang juga kami sedang melakukan evaluasi. Apabila memang ada bandara yang landas pacunya bisa diperpanjang, kami akan coba perpanjang. Hal ini cukup penting untuk menjaga supply logistik disana,” tuturnya.
Selain terminal dan landas pacu, Kemenhub juga turut meningkatkan peralatan dan fasilitas navigasi penerbangan di Papua. Adapun, peningkatan fasilitas navigasi penerbangan tersebut akan dilakukan oleh AirNav Indonesia.
Sementara itu, Direktur Operasi Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI/AirNav Indonesia) Wisnu Darjono menuturkan bahwa AirNav memang akan menambah jumlah menara pemantau di Papua.
Tak hanya itu, AirNav juga akan memasang sistem pengawasan tergantung otomatis-siar atau Automatic Dependent Surveillance-Broadcast (ADS-B), di mana mampu melacak posisi pesawat secara otomatis melalui sinyal global navigation satelit system (GNSS).
“Kami akan bangun fasilitas di Papua, sedikitnya akan kami tambah hingga enam unit ADS-B di wilayah Papua. Dengan begitu, hampir seluruh wilayah Papua nantinya sudah bisa kami pantau,” ujarnya.
Wisnu menilai peningkatan fasilitas navigasi di Papua saat ini cukup urgent. Pasalnya, moda angkutan udara menjadi alat transportasi yang paling dibutuhkan oleh masyarakat, sehingga keselamatan dan keamanan penerbangan harus bisa terjaga.
Asal tahu saja, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mencatat jumlah kasus kecelakaan penerbangan yang telah diinvestigasi sepanjang periode 2010-2016 mencapai 212 kasus.
Dari jumlah kasus itu, sebanyak 130 kasus dikategorikan insiden serius (serious incident), dan sebanyak 82 kasus dikategorikan kecelakaan (accident). Adapun, Papua menyumbang sebanyak 33 kasus insiden serius dan 25 kasus kecelakan.