Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Posisi Koperasi Masih Tersubordinasi

Koperasi diyakini mampu memberikan kontribusi pada penurunan angka kemiskinan dan secara global mampu menciptakan lapangan kerja 20% lebih besar dibandingkan oleh perusahaan multinasional meski di Indonesia posisi koperasi masih tersubordinasi.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA-- Koperasi diyakini mampu memberikan kontribusi pada penurunan angka kemiskinan dan secara global mampu menciptakan lapangan kerja 20% lebih besar dibandingkan oleh perusahaan multinasional meski di Indonesia posisi koperasi masih tersubordinasi.

Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (Akses) Suroto mengatakan koperasi menyodorkan solusi pragmatis dalam konsep menolong diri sendiri dengan cara kerja sama menjadi semakin relevan dengna permasalahan kekinian.

“Lebih dari satu miliar orang di dunia sekarang terlibat sebagai anggota koperasi sebaagi pemilik dan penerima manfaat utama dari pembagian kue ekonomi. Bahkan menurut organisasi buruh internasional, sejak 2008 perkemabngan keuangan koperasi dan perusahaan mutual lainnya mengungguli bank konvesional,” ujarnya dalam diskusi tentang demokrasi ekonomi, Kamis (12/1/2017).

Meski koperasi secara global telah diakui kapasitasnya, namun perkembangan koperasi di Indonesia menurutnya belum cukup menggembirakan. Hal ini dikarenakan terjadi kesalahan pemahaman mengenai koperasi yang terjadi di Indonesia.

Koperasi di Indonesia, paparnya, dianggap sebagai sebuah bisnis yang tidak ada bedanya dengan usaha lainnya yakni berbasis modal. Koperasi, lanjutnya gagal dipahami sebagai organisasi berbasis orang yang tidak bebas nilai.

Dalam praktik, karena begitu dominannya usaha koperasi di sektor simpan pinjam, maka koperasi itu juga dipahami hanya sebagai usaha yang pantas digerakkan di sektor ini. Koperasi yang secara natural befungsi untuk memenuhi kebutuhan domestik pangan dan energi justru gagal.

Jenis koperasi pekerja atau worker cooperative yang seharusnya menjadi inti dari pergerakan koperasi di sektor riel menurutnya tidak berkembang sama sekali. Apalagi jenis koperasi baru yang berparadigma multipihak yang sekarang mulai banyak berkembang pesat.

“Bahkan muncul kesan koperasi itu tidak lebih dari usaha simpan pinjam, bisnis kecil-kecilan dan hidupnya tergantung dari program pembinaan pemerintahan. Koperasi bahkan tidak lagi dianggap penting sebagai bagian dari ilmu pengetahuan yang perlu diajarkan. Lihat saja kurangnya mata pelajaran dan mata kuliah tentang koperasi di lembaga pendidikan,” paparnya.

Di Indonesia, paparnya, dalam berbagai regulasi dan produ kebijakan koperasi memang sengaja disubornisasikan dengan selalu disebut sebagai bagian dari badan hukum yang harus dibina dan dijadikan alat penyaluran program pemerintah.

Dia mencontohkan beberapa undang-undang (UU) yang terang-terangan mendiskriminasikan koperasi seperti UU tentang penanaman modal yang hanya memperbolehkan investasi asing dalam bentuk perseroan, kemudian penggunaan badan hukum perseroan dalam UU rumah sakit, media, serta BUMN.

Karena itu menurutnya, reformasi perkoperasian di Indonesia harus digalakkan dengan beberapa langkah yakni melakukan rehabilitasi. Upaya ini dilakukan dengan cara mengembalikan citra koperasi dengan mengambil beberapa langkah seperti membubarkan koperasi mati suri yang jumlahnya mencapai 136.000 dari 212.344 koperasi yang ada dan berikan jeda waktu singkat bagi rentenir berbaju koperasi untuk bertransformasi ke koperasi yang benar atau dicabut izinnya.

“Tahap selanjutnya, paapr dia adalah reorientasi untuk melakukan konsolidasi koperasi yang mati suri diperkuat kelembagaan dan organisasinya, serta bisnisnya,” ucapnya.

Sementara pada tahap pengembangan dilakukan dengan berbagai upaya penting seperti mendesiminasi keberhasilan koperasi di smaping perlunya berbagai proyek pilot yang penting terutama agar koperasi dapat bekerja dalam bisnis naturalnya dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari dalam sektor pangan dan energi.

Menurutnya, jika skema reformasi ini dijalankan maka pada 2019 target aktif berbasis jati diri seperti 95% dan berkontribusi 15% terhadap PDB, serta penetrasi anggota 10% dari jumlah penduduk dan mengedepankan profesionalisme dalam pengelolaan. Perlu pula mendorong koperasi percontohan minimal lima koperasi setiap provinsi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper