Bisnis.com, YOGYAKARTA -- Aliran dana ke sektor perkebunan dinilai masih terlalu sedikit jika dibandingkan dengan peluang nilai tambah yang dapat dihasilkan sektor ini.
Perlu ada inovasi kebijakan fiskal dan moneter untuk dapat mengerek kontribusi sektor perkebunan.
Direktur Centre of Reform on Economics (CORE) Indonesia Hendri Saparini menyampaikan investasi di sektor perkebunan terutama di lini hilir atau industri tidak berjalan karena pemerintah enggan menciptakan insentif-insentif yang dapat menarik investor mencicipi nilai tambahnya.
"Industrialisasi kita gagal. Tahun 2005-2006 itu kita deindustrialisasi. Mau tidak, misalnya Menkeu, sediakan insentif Rp50 triliun untuk sektor. Tapi kemudian janji untuk 'kembalikan' nilai tambahnya ke negara," jelas Hendri saat memberikan paparan pada Redesign Leadership Development Program PTPN Holding di Yogyakarta, Senin (9/1).
Hendri mencontohkan negara-negara yang kini tumbuh dari sektor manufaktur seperti India dan China telah gencar memberi insentif pada industrinya sejak tahun 1990-an.
Eropa malah telah beberapa dekade lalu melakukan hal yang sama dan belakangan menggantungkan pertumbuhan ekonominya ke sektor jasa.
Dia memaparkan meski saat ini industrialisasi didorong, masih banyak kebijakan sektor keuangan yang kurang akomodatif, seperti suku bunga.
Dalam usulan Komite Ekonomi Indonesia (KEIN) pada Presiden Joko Widodo, sektor pertanian dan maritim meruoakan sektor utama yang harus didorong investasinya.
Kedua sektor tersebut, bersama sektor pariwisata dan industri kreatif dinilai merupakan opsi utama untuk mengurangi kesenjangan.
“Tapi bank justru menghindari [pembiayaan di sektor-sektor tersebut]. Padahal, negara lain datang ke sini untuk berkompetisi dengan keadaan sudah membawa pendanaan dari negara mereka,” terang Komisaris Utama PT Telkom Indonesia tersebut.
Selain itu, Hendri menggarisbawahi implementasi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang menuntut daya saing industri di beberapa sektor.
Dia mencontohkan, saat ini Thailand sedang merintis investasi industri pengolahan makanan di Myanmar dan memasok listrik dari Laos untuk membangun industri yang efisien.
Â