Bisnis.com, JAKARTA - Pengadaan pesawat baling-baling tetap populer di kalangan maskapai niaga berjadwal pada tahun ini, meski operasional penerbangan cenderung kurang efisien karena kapasitas penumpang yang diangkut lebih rendah ketimbang jet.
Ketua Penerbangan Berjadwal Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Bayu Sutanto mengatakan pesawat baling-baling atau turbo propeller merupakan alat angkut udara yang paling dibutuhkan di Indonesia saat ini.
“Mayoritas bandara di Indonesia itu memang memiliki panjang landas pacu yang pendek atau di bawah 2.000 meter, sehingga cocok didarati pesawat propeller ketimbang jet,” katanya di Jakarta, Selasa (3/1/2017).
Bayu menambahkan keberadaan pesawat baling-baling dinilai penting karena mempengaruhi tingkat keterisian kursi pesawat (load factor). Menurutnya, maskapai akan kesulitan menjaga load factor pesawat jet, apabila jumlah pesawat baling-baling terlalu sedikit.
Oleh karena itu, kebutuhan pengadaan pesawat baling-baling menjadi sangat penting ke depannya. Apalagi, pertumbuhan ekonomi di luar Pulau Jawa berpotensi tumbuh tinggi, seiring dengan program peningkatan infrastruktur dari pemerintah.
“Pengadaan pesawat baling-baling itu sebenarnya suatu keuntungan bukan kerugian karena jaringan pelayanan juga akan semakin luas. Tidak heran, maskapai-maskapai besar bakal terus menambah pesawat baling-baling,” tuturnya.
Bahkan, lanjut Bayu, maskapai Transnusa juga berencana menambah armada baling-baling sebanyak empat pesawat tahun ini, naik dua kali lipat dibandingkan dengan penambahan pesawat pada tahun lalu.
Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) M. Arif Wibowo menuturkan maskapai tengah mengkaji ulang rencana penambahan armada (fleet plan), khususnya pada pesawat baling-baling.
“Jadi Bu Menteri [BUMN] minta bagaimana milestone Garuda ke depan itu benar-benar bisa mencakup seluruh potensi yang ada. Oleh karena itu, kami akan cek lagi seluruh rencana Garuda, terutama dari sisi fleet plan,” ujarnya.
Arif menuturkan pihaknya akan melakukan rapat lanjutan dengan Menteri BUMN Rini Soemarno pada bulan ini guna membahas pengadaan pesawat tersebut. Selain pesawat baling-baling, Garuda juga akan mengkaji ulang pengadaan pesawat berbadan lebar.
Nantinya, rencana pengadaan armada Garuda Indonesia itu akan disinergikan dengan strategi pengembangan bandara ke depannya, baik yang dikelola BUMN seperti PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II maupun Kementerian Perhubungan.
“Dari 237 bandara, hanya 37 bandara yang bisa didarati A320 dan B737. Sementara sisanya kecil-kecil. Oleh karena itu, rencana pengelola bandara dengan rencana maskapai itu akan di-matching-kan oleh bu menteri,” katanya.
Sekadar informasi, jumlah pesawat ATR 72-600 yang dioperasikan Garuda Indonesia saat ini mencapai 15 unit, naik 36% dari tahun lalu sebanyak 11 unit. Selain ATR, Garuda Indonesia juga memiliki pesawat CRJ1000NextGen sebanyak 18 unit.
Selain Garuda, Sriwijaya Air Group juga berencana menambah armada pesawat baling-baling pada tahun ini. Rencananya, kelompok bisnis besutan Chandra Lie itu akan mendatangkan 12 pesawat ATR 72-600 secara bertahap.
“Sebenarnya, rencana ini sudah ada sejak 2013. Namun, kami pikir inilah saatnya untuk mendatangkan pesawat itu. Kami akan mendatangkan pesawat dengan skema lease to purchase,” ujar Chandra Lie, Direktur Utama Sriwijaya Air Group.
Dia menambahkan pembelian 12 pesawat ATR tersebut merupakan bagian dari komitmen Sriwijaya Air Group guna menangkap lebih banyak pangsa pasar pengguna jasa angkutan udara, terutama di pelosok daerah.
Sementara itu, Direktur Utama Lion Air Group Edward Sirait mengaku Lion Air Group juga berencana untuk mendatangkan ATR 72-600 tahun ini. Sayangnya, dia tidak menyebutkan secara lebih rinci jumlah pesawat yang dibidik.
“Kami ada order ATR 72-600, dan tentunya sebagian akan dioperasikan di Indonesia. Pada 2017, kami juga akan tambah armada,” tuturnya.
2017, Pengadaan Pesawat Baling-baling Diklaim Tetap "Ngetren"
Pengadaan pesawat baling-baling tetap populer di kalangan maskapai niaga berjadwal pada tahun ini, meski operasional penerbangan cenderung kurang efisien karena kapasitas penumpang yang diangkut lebih rendah ketimbang jet.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Ringkang Gumiwang
Editor : Yusuf Waluyo Jati
Topik
Konten Premium