Bisnis.com, JAKARTA--Chevron yang mengoperatori Blok East Kalimantan belum mengajukan anggaran untuk melakukan kegiatan pascaoperasi berupa pembongkaran permanen fasilitas produksi dan sarana penunjang serta pemulihan lingkungan (abandonment and site restoration/ASR).
Kepala Divisi Manajemen Risiko dan Perpajakan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Mochamad Hatta Filsafawan mengatakan pertimbangan pencadangan dana ASR dilihat dari keuntungan perusahaan.
Beberapa kontraktor, katanya, sulit mencadangkan dana ASR karena harus memperhitungkan besarnya pendapatan diperoleh dan kemungkinan biaya yang harus dikeluarkan untuk ASR.
Pasalnya, untuk melakukan kewajiban pascaoperasi, dibutuhkan dana yang besar sementara, kegiatan di wilayah kerja yang beroperasi hampir habis masa kontraknya. Di sisi lain, nominal pengembaliannya maksimum sebesar pendapatan yang terkumpul.
Dari catatan terakhirnya, beberapa kontraktor telah menyisihkan dana ASR kendati pada kontrak kerja sama tak menyebut kewajiban kegiatan pascaoperasi. Seperti Blok Mahakam yang dioperatori Total E&P Indonesie yang sejak 2010 telah menyisihkan dana ASR.
Namun, untuk Blok East Kalimantan yang dioperatori Chevron Hatta menyebut belum memperoleh pencadangan dana ASR kendati kontrak akan berakhir pada 2018.
"Dalam catatan saya, East Kalimantan belum punya cadangan ASR," ujarnya saat dihubungi Bisnis, Rabu (14/13).
Deputi Bidang Pengendalian Keuangan SKK Migas Parulian Sihotang mengatakan dana ASR bisa dikembalikan bila disetor ke rekening bersama SKK Migas dan disetujui dalam pengajuan program kerja dan anggaran (work program and budget/WP&B).
Hal itu, katanya, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.79/2010 dan PTK No.40/XI/2010 tentang ASR.Pada Peraturan Pemerintah No.79/2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, pasal 13, alokasi dana ASR merupakan jenis biaya operasi yang dapat dikembalikan dalam penghitungan bagi hasil dari pajak penghasilan.
Adapun, realisasi biaya ASR bisa dikembalikan bila lebih kecil dari biaya yang dicadangkan pada rekening bersama Badan Pelaksana dan kontraktor melalui proses persetujuan Kepala Badan Pelaksana.
"Sepanjang dimasukkan dalam WP&B dan disetor, di-escrew account Bank BUMN, dan sesuai dengan mekanisme ASR yang diatur dalam PTK ASR, maka akan cost recovery," katanya.
Direktur Teknik dan Lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto mengatakan di Blok East Kalimantan, Chevron telah mengajukan anggaran untuk melakukan kegiatan pascaoperasi karena kontrak kerja sama berakhir pada 2018.
Adapun, dia memperkirakan biaya yang dikeluarkan untuk menutup secara permanen sumur minyak di blok tersebut sekitar US$1.000 per sumur. Sementara, di wilayah kerja yang akan dikelola Pertamina itu, menurutnya, terdapat sekitar 1.500 sumur aktif.
Djoko menyebut pihaknya masih menghitung berapa banyak sumur yang akan ditutup secara permanen dan sementara. Tujuannya, agar biaya yang dikeluarkan kontraktor eksisting juga kontraktor baru efisien. Cadangan yang tersisa pada suatu sumur, katanya, menjadi pertimbangan apakah suatu sumur harus ditutup secara permanen atau sementara.
"[Operator] Eastkal udah ngajuin penutupan sumur," ujarnya usai menghadiri acara Pertamina Energy Forum 2016 di Jakarta, Selasa (13/12).
Menurutnya, kendati dalam kontrak kerja sama yang ditandatangani belum menyebut secara tegas penanggung biaya ASR, kontraktor tetap memiliki kewajiban untuk melakukan kegiatan pascaoperasi sebelum kontrak berakhir.
Dalam kontrak, ujar Djoko, terdapat satu klausul yang menjadi dasar penetapan kewajiban penyisihan dana ASR. Menurutnya, klausul untuk mengikuti peraturan yang berlaku bisa diterjemahkan bahwa pemerintah berhak menagih komitmen terkait kegiatan pascaoperasi.
alokasi dana ASR diatur dalamPeraturan Pemerintah No.35/2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, kontraktor wajib mengalokasikan dana untuk melakukan pemulihan lahan pasca operasi. Adapun, dana nantinya harus disepakati karena akan tertulis dalam kontrak kerja sama sebagai dana cadangan khusus.
"Tidak semua aturan di-copy-paste ke kontrak. Cukup satu pasal sapu jagat, wajib mengikuti Peraturan yang berlaku."
Dalam kontrak, katanya, ASR wajib dilakukan setiap kontraktor sebelum meninggalkan wilayah kerjanya. Solusinya, agar dana yang dibutuhkan bisa disetujui terkait pengembaliannya. Hal itulah, ujar Djoko, yang akan diterapkan pada kontrak kerja sama lainnya yang akan habis masa berlakunya. Seperti diketahui, hingga 2025 terdapat 35 wilayah kerja yang akan habis masa kontraknya.
Kewajiban untuk mencadangkan dana juga melakukan ASR baru diatur pada kontrak pada 1995 yakni pada periode akhir PSC generasi II yaitu berlaku pada 1978 hingga 2002. Dengan demikian, kontraktor pada kontrak di masa tersebut belum memiliki kewajiban mencadangkan dana dan melakukan ASR bila kontraknya berakhir.
"Kewajiban itu tetap ada tapi dananya yang enggak ada. Makanya selama ini diwajibkan sama dia as long as disetujui, di-cost recovery."
Sebelumnya, Vice President Policy, Government dan Public Affair Chevron Yanto Sianipar mengatakan sebagai operator, pihaknya menjalankan kegiatan sesuai dengan pengelolaan lingkungan yang diterapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Oleh karena itu, pihaknya akan menjalankan kegiatan pascaoperasi di Blok East Kalimantan.
Berdasarkan catatan Bisnis, produksi minyak di East Kalimantan sebanyak 24.000 barel per hari (bph) minyak dan gas sebanyak 60 million standard cubic feet per day (MMscfd). Blok tersebut dikembalikan Chevron kepada pemerintah pada awal 2016.
"Kami ingin jadi operator yang proper," katanya.
Direktur Eksekutif IPA Marjolijn Wajong mengatakan kontraktor umumnya menyisihkan sendiri dana untuk melakukan abandonment and site restoration (ASR). Namun, pemerintah tak bisa menyebut bahwa penyediaan dana ASR sebagai kewajiban bila pada kontrak yang ditandatangani tak terdapat klausul yang mengatur.
Menurutnya, pemerintah harus melakukan negosiasi dan memberi ruang yang lebih fleksibel terhadap pemenuhan dana ASR. Pemerintah, ujar Marjolijn, tak bisa membebankan kepada kontraktor lama maupun kontraktor baru sepenuhnya.
"Kalau pemerintah hanya bilang, sudah kamu aja yang nanggung, itu berat."