Bisnis.com, BALIKPAPAN - Asosiasi Pengusaha Indonesia Kalimantan Timur menganggap imbauan Pemerintah Kota Balikpapan tentang sanksi berupa denda sebesar Rp400 juta bagi perusahaan yang tak membayarkan upah sesuai UMK meresahkan kalangan pengusaha.
Pasalnya, hingga saat ini perekonomian daerah masih terpuruk, para pengusaha pun telah menerapkan efisiensi sejak tahun lalu dengan merumahkan pegawainya bila tak ada proyek dan menghemat biaya operasional, sembari mencari celah bisnis yang masih potensial.
Ketua Apindo Kaltim Slamet Brotosiswoyo mengatakan hampir semua pengusaha di segala sektor masih merasakan imbas anjloknya harga batu bara pada beberapa tahun lalu.
Meskipun belakangan harga komoditas unggulan Kaltim itu berangsur naik, tak lantas memberikan multiplier effect positif seketika.
"Pengusaha bukan tidak tahu dengan aturan pengupahan, tapi lihat situasi dan kondisinya juga. Aturan itu di tengah perekonomian lesu seperti ini efeknya membunuh atau menghidupkan? Jadi penyakit atau mengobati?," tegas Slamet belum lama ini.
Dia bahkan berpendapat serikat pekerja pun memahami kondisi perekonomian masih terpuruk. UMK yang tinggi otomatis akan membebani pengusaha dan pada akhirnya akan membuat pengusaha melakukan efisiensi lagi melalui pengurangan jumlah pekerja atau jam kerja.
Slamet mengatakan apabila imbauan ihwal sanksi itu tetap ditegakkan, dia meyakini gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akan terjadi cepat atau lambat. Sebab, sebelum UMK 2017 berlaku pun para pengusaha telah melakukan PHK.
Para pengusaha, lanjutnya, pun menyadari pemerintah memiliki peraturan yang wajib dipatuhi. Namun, sesuai peraturan pun pengusaha berhak menjalankan kebijakan yang telah dibuat sesuai dengan kondisi perusahaan dan perekonomian daerah.
"Pemerintah saja dalam menggaji pekerjanya terutama tenaga bantuan, tidak sesuai dengan kehidupan yang laik. Kenapa swasta yang diteror. Selama ini pernah enggak menindak perusahaan yang tidak menerapkan UMK? Mampu enggak mengontrol?" tukasnya.