Bisnis.com, JAKARTA—Kelanjutan pembatasan volume ekspor karet global baru akan ditentukan bulan depan di tengah positifnya pergerakan harga komoditas perkebunan itu.
Strategi Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) yang diberlakukan sejak Maret 2016 diklaim mampu menahan harga karet di level positif setelah sempat jatuh pada tahun lalu. Skema tersebut awalnya hanya akan berlangsung hingga Agustus 2016, tapi kemudian diperpanjang sampai Desember 2016.
International Tripartite Rubber Council (ITRC) yang mencakup Indonesia, Malaysia, dan Thailand, sepakat untuk mengurangi volume ekspor sebanyak 700.000 metrik ton lewat skema tersebut. Negara-negara ITRC plus Vietnam merupakan eksportir karet terbesar dunia.
Dengan AETS, volume ekspor karet Indonesia tahun ini diperkirakan berkisar 2,45 juta-2,5 juta metrik ton. Jumlah itu lebih rendah dari realisasi 2015 yang sebesar 2,63 juta metrik ton.
Vietnam, negara yang menjadi partner strategis ITRC, juga mendapat alokasi pengurangan ekspor sebesar 85.000 metrik ton. Namun, alokasi pemangkasan tersebut tidak terealisasi dan akhirnya kuota itu diambil alih oleh ketiga anggota ITRC.
Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Dody Edward mengungkapkan belum ada pembahasan mengenai kelanjutan skema itu. Menurut dia, pembicaraan tentang AETS baru akan digelar bulan depan.
“Desember baru akan duduk bersama lagi, tapi tanggal pastinya belum ditentukan. Untuk status Vietnam juga masih belum ada perkembangan,” ungkap Dody kepada Bisnis.
Pada Agustus 2016, pemerintah menyampaikan perlunya kerja sama yang lebih luas untuk menjaga kualitas dan harga karet dunia. Salah satu caranya yaitu dengan mengajak negara-negara produsen lainnya, termasuk Vietnam dan Kamboja, untuk menjalin kerja sama lebih dalam.