Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi mengusulkan agar pelaku usaha yang berinvestasi di sarana pascapanen bisa mendapatkan insentif fiskal berupa tax allowence sehingga bisa menyerap hasil pertanian di pedesaan.
Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo mengatakan persoalan terbesar para petani di desa adalah fluktuasi harga seusai panen. Hal ini karena ketiadaan sarana pascapanen untuk menyimpan, dan mengolah hasil pertanian tersebut.
Sejauh ini, menurutnya investasi pascapanen sudah dilakukan oleh organ-organ pemerintah seperti Badan Urusan Logistik (Bulog) namun menurutnya, kemampuan tersebut sangat terbatas sehingga harus ada upaya untuk menarik keterlibatan pihak swasta.
“Supaya swasta berminat investasi di sarana pascapanen, harus ada insentif fiskal yang diberikan. Kami tengah menyiapkan usulan insentif ke Kementerian Keuangan karena Menkeu Sri Mulyani Indrawati sudah mengatakan secara prinsip insentif bisa diberikan,” ujarnya seusai kegiatan rembuk desa nasional 2016, Selasa (8/11/2016).
Dia memberikan gambaran, insentif fiskal itu bisa berupa diskon Pajak Penghasilan (PPh) Badan dari 5%-10% dengan skema tax allowence selama lima tahun. Saat ini, lanjutnya, jajaran Kemendes masih melakukan pengkajian terkait besaran insentif fiskal yang akan diajukan ke Kemenkeu tahun depan.
“Selain itu, kami sudah berkomunikasi dengan bank-bank pemerintah sehingga investor sarana pascapanen pun bisa mendapatkan kemudahan kredit investasi,” tambahnya.
Dia mengatakan sarana pascapanen memegang peranan penting karena Karena, melalui sarana tersebut hasil pertanian dapat disimpan dan diolah, sehingga bisa menjadi pengendali keseimbangan harga. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) didorong untuk membuka peluang kerja sama dengan pihak swasta di bidang pascapanen.
Dalam rembuk desa nasional tahun ini, Kemendes mendorong pemerintah desa untuk mendirikan dan menyokong keberadaan BUMDes yang diyakini bisa meningkatkan kemandirian ekonomi masyarakat di desa, dengan menggunakan dana desa. Menurut Eko, rembuk ini menjadi ajang provokasi pemerintah desa karena kewenangan untuk mendirikan dan membiayai operasional BUMDes menggunakan dana desa terletak pada pemerintah desa setempat.
Kemendes, papar Eko, berupaya menampilkan berbagai kisah sukses berbagai BUMDes yang telah mandiri sehingga memiliki omzet yang besar dan mampu menyerap tenaga kerja di tingkat desa. Selain itu, pihaknya juga meminta bantuan beberapap akar manajemen seperti Tanri Abeng untuk melakukan pendampingan terhadap BUMDes.
“BUMDes bisa berkembang karena ada pendampingan yang baik. Sejauh ini BRI dan BNI secara keseluruhan telah melakukan pendampingan kepada 700-an BUMDes. Kami ingin menggandeng pihak lain sehingga upaya pendampingan bisa menjangkau BUMDes lainnya,” jelasnya.
Tahun depan, pemerintah menggelontorkan dana desa sebesar Rp60 triliun atau naik 27,7% dari dana desa 2016 yang berjumlah Rp47 triliun. Dengan demikian, rerata setiap desa akan memperoleh dana desa senilai Rp800 juta.
Menurut Eko, Presiden Joko Widodo telah meminta berkomitmen agar dana desa pada 2018 bisa mencapai Rp120 triliun sehingga target rerata satu desa akan mendapatkan kucuran dana desa Rp1 miliar dapat tercapai. ().