Bisnis.com, JAKARTA - Maskapai Garuda Indonesia akan melakukan restrukturisasi rute internasional agar utilitas penggunaan pesawat berbadan besar maskapai menjadi lebih optimal, sekaligus mendongrak kinerja keuangan maskapai menjadi lebih baik.
Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) M. Arif Wibowo mengatakan proses restrukturisasi rute penerbangan sebenarnya masih akan dilanjutkan, baik untuk rute domestik maupun rute internasional.
“Rute restruktur Garuda yang masih berlanjut adalah untuk internasional. Kami benar-benar ingin men-deploy armada kami dengan lebih tepat, terutama di rute-rute prioritas,” katanya di Jakarta, Senin (31/10/2016).
Arif menuturkan restrukturisasi rute merupakan salah satu dari upaya Garuda dalam menekan biaya-biaya yang menempel dalam pesawat, seperti biaya leasing, perawatan dan asuransi. Tak hanya itu, restrukturisasi rute juga diharapkan menekan biaya operasional.
Namun demikian, dia mengakui upaya restrukturisasi rute tersebut membutuhkan waktu yang cukup banyak. Pasalnya, perombakan rute tersebut tidak bisa langsung serta merta dilakukan, apalagi dengan kondisi yang terjadi saat ini.
“Restruktur rute ini masih akan terus bergulir. Kami tidak bisa serta merta merombak semua. Apalagi, tantangannya cukup banyak saat ini, seperti slot, infrastruktur dan lain sebagainya, sehingga memakan waktu yang cukup banyak,” tuturnya.
Arif mengungkapkan rute internasional yang diincar Garuda saat ini adalah pengembangan rute penerbangan ke China dan Timur Tengah. Menurutnya, destinasi seperti Chengdu dan Madinah masih mengindikasikan adanya pertumbuhan.
Apabila tidak ada aral melintang, Garuda akan mulai melayani penerbangan dari Denpasar ke Chengdu pada awal tahun depan. Adapun, Garuda pada saat ini masih memenuhi sejumlah persyaratan administrasi untuk membuka rute baru.
“Kami akan optimalkan Airbus A330 untuk pengembangan rute ke China dan Timur Tengah itu. Sementara, untuk Boeing B777, sebagian armadanya sudah digunakan untuk rute ke Tokyo dan Shanghai,” ujarnya.
Tak hanya itu, Arif menuturkan Garuda juga bakal membuka penerbangan ke Mumbai, India. Rencananya, layanan penerbangan ke Mumbai akan melalui Bangkok. Namun demikian, rute itu masih dikaji, apakah melalui Jakarta-Bangkok atau Denpasar-Bangkok.
Kendati melakukan sejumlah perombakan, Garuda juga akan mempertahankan beberapa rute lama, seperti Korea, Australia, Amsterdam dan London. Arif berharap restrukturisasi rute internasional dapat memperbaiki kinerja keuangan Garuda ke depannya.
Asal tahu saja, kapasitas kursi pesawat (available seat kilometres/ASK) Garuda Indonesia Group sepanjang sembilan bulan pertama ini mencapai 43,91 juta kursi, atau tumbuh 13,3% dari periode yang sama tahun lalu.
Sementara jumlah penumpang yang diangkut (revenue passenger kilometres/RPK) mencapai 32,23 juta kursi, naik 7,6%. Alhasil, tingkat keterisian kursi pesawat (load factor) Garuda Indonesia Group hanya mencapai 73,4% atau turun dari sebelumnya 77,3%.
Pada saat bersamaan, utilisasi pesawat juga tumbuh tipis, hanya sekitar 24 menit menjadi 9 jam 12 menit per hari, dari sebelumnya 8 jam 48 menit. Adapun, frekuensi terbang tumbuh 9,2% menjadi 204.182 penerbangan dari sebelumnya 186.052 penerbangan.
Sementara itu, Direktur Arista Indonesia Aviation Center Arista Atmadjati menuturkan upaya Garuda melakukan perombakan rute merupakan langkah yang tepat. Pasalnya, sejumlah rute penerbangan Garuda yang ada saat ini justru hanya memberikan beban.
“Ini juga karena inkonsistensi Garuda selama ini. Banyak rute-rute di remote area yang harus dilayani Garuda. Padahal, di rute remote itu juga sudah dilayani maskapai lainnya, terutama LCC [low cost carriers], yah makin susah bersaingnya,” katanya.
Kendati perombakan rute cukup tepat, Arista berpendapat langkah Garuda untuk menyasar rute-rute internasional, seperti China, Timur Tengah hingga India juga tidak mudah karena harus berkompetisi dengan maskapai asing lainnya.
Apalagi, dia menyayangkan upaya Garuda tersebut agak terlambat karena maskapai lainnya, baik asing maupun dari dalam negeri sudah lebih dulu melayani rute tersebut. Alhasil, tantangan untuk memperebutkan pasar kian berat.