Bisnis.com, ,JAKARTA - Pemerintah didorong untuk memberikan komitmen pada pengembangan produksi dan pemetaan kebutuhan pasar untuk menggenjot ekspor hortikultura.
Ketua Umum Dewan Hortikultura Nasional Benny Kusbini mengatakan pemerintah perlu memberikan perhatian serius pada sektor tersebut sebab potensi permintaannya sangat tinggi.
Dia mencontohkan China setiap tahun mengimpor 1,1 juta ton pisang dan 600.000 ton durian. Begitu juga dengan Jepang yang memasok 870.000 ton pisang per tahun.
"Penetrasi ke negara tujuan ekspor masih susah karena produk kita tidak bisa bersaing dari segi harga maupun kualitas. Kita baru bisa masuk [ke pasar] kalau negara eksportir seperti China, Malaysia, Thailand, Myanmar sedang gagal panen atau produksinya berkurang," katanya kepada Bisnis, baru-baru ini.
Dia mengungkapkan hambatan daya saing komoditas hortikultura Indonesia lebih banyak dipicu faktor internal, seperti ketidakstabilan volume dan kualitas produksi. Faktor logistik juga turut menyebabkan harga produk Indonesia tidak kompetitif di negara tujuan ekspor.
Pemerintah dan semua pemangku kepentingan terkait termasuk pelaku usaha perlu bersinergi untuk meningkatkan produktivitas. Benny mengusulkan Kementerian Desa PDTT mendesain sentra produksi hortikultura unggulan di tiap-tiap area.
"Misalnya di Sumsel ada desa yang tanam nanas, bila ada 100 desa dengan masing-masing 25 hektar, sudah ada tambahan 2.500 hektar lahan pisang. Begitu juga di daerah-daeran lain. Namun ini harus didukung dengan teknologi dan infrastruktur oleh Kementerian Perindustrian," ujarnya,
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, nilai ekspor produk pertanian tanaman semusim anjlok 46,66% secara year on year, dari US$196,4 juta menjadi US$104,8 juta pada Januari - September 2016.
Pada periode September 2016, produk sayur-sayuran tercatat mengalami pertumbuhan paling tinggi sebesar 198% menjadi US$15,5 juta dibandingkan Agustus 2016. Namun, secara kumulatif Januari - September 2016, nilainya justru turun 39,9% dibandingkan periode yang sama yang mencapai US$65,5 juta.
Potensi yang besar tersebut juga disampaikan Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BP3) Kementerian Perdagangan RI Tjahya Widayanti. Hal ini tampak dari tren pertumbuhan impor dunia yang terus meningkat rata-rata 4,1% per tahun selama periode 2011-2015.
“Gaya hidup sehat masa kini yang semakin condong ke arah vegetarian, semakin digemari oleh berbagai generasi. Hal ini berpengaruh terhadap peningkatan permintaan produk hortikultura, khususnya buah dan sayur,” katanya dalam keterangan yang dikutip Bisnis.
Thahja mengatakan dua dari empat kategori ekspor hortikultura,yakni sayuran dan buah olahan Indonesia memiliki indeks daya saing dan indeks pengembangan serta indeks respons terhadap pasar yang cukup positif bila mengacu pada metode Constant Market Share Analysis.
Adapun dua kelompok lainnya yakni produk buah segar dan sayuran kering masih memiliki daya saing yang rendah.
Sementara bila mengacu pada metode Revealed Comparative Advantage (RCA), hanya produk buah dari Indonesia yang menunjukkan daya saing tinggi. Sedangkan untuk ketiga kategori lainnya, Indonesia kalah dibandingkan negara pemasok lain.
"Saat ini negara dengan daya saing tinggi untuk produk buah segar, sayuran dan sayuran kering adalah Ekuator, Meksiko dan Tanzania," tuturnya.
Walau demikian, pangsa pasar dunia masih dikuasai oleh Amerika serikat, Belanda dan China yang masing-masing menjadi pemasok terbesar kategori buah segar, sayuran dan sayuran kering.
Kinerja ekspor hortikultura Indonesia selama semester 1 2016 adalah sebesar 65,9% dari total pangsa pasar dengan rata-rata pertumbuhan 10,7% per bulan. Sementara untuk kategori buah olahan, tahun lalu, Indonesia menempati urutan ke 11 sebagai negara eksportir.
Sejauh ini, produksi buah terbesar sekaligus menjadi andalan penyumbang devisa ekspor antara lain pisang, mangga, nenas, jeruk siam/keprok, salak, manggis, dan melon. Sedangkan produksi sayur terbesar adalah kubis, kentang, bawang merah, cabai besar, dan tomat.
Kendati indeks pengembangan holtikultura sudah positif, namun menurut Tjahja potensi peningkatan produksi komoditas tersebut masih dapat lebih dimaksimalkan.
Kementerian Pertanian sendiri telah menetapkan produksi buah-buahan dan sayuran naik rata-rata 2% per tahun mulai 2015-2019.