Bisnis.com, JAKARTA- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai penerapan iuran Undang Undang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera) memberatkan perusahaan dan pemberi kerja.
Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Perkasa Roeslani saat berpidato pada Seminar UU Tapera di Jakarta, Kamis (27/10/2016), mengatakan pengesahan UU Tapera harus adil serta tidak hanya ditujukan kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), tetapi juga tidak memberatkan pengusaha.
“Undang Undang Tabungan Perumahan Rakyat dibuat untuk mengatasi masalah, karena tidak adanya dana efektif jangka panjang untuk pembiayaan perumahan. Tapi besaran iuran yang diatur masih memberatkan pengusaha,” kata dia.
Pembicara lainnya pada seminar itu, di antaranya, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani, Anggota Komisi XI DPR yang juga Ketua Panja UU Tapera Misbakhun, dan Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo.
Keberadaan UU Tapera diharapkan dapat mengurangi angka kebutuhan rumah (backlog). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) angka backlog mencapai 13,5 juta unit.
Sejak tahun 2015, pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi backlog melalui Program Satu Juta Rumah.
Rosan berharap pemerintah tidak memaksakan beban iuran bagi pemberi kerja atau perusahaan. Sebab target kepesertaan Tapera lebih menyasar kepada masyarakat berpenghasilan rendah dan pekerja informal yang telah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Dikatakan, seharusnya sumber pendanaan Tapera berasal dari APBN-APBD atau dari sumber-sumber pembiayaan publik lainnya, yang selama ini sudah dipungut dari pelaku usaha melalui pajak.
“Pemerintah seharusnya lebih dulu mewujudkan target pembangunan satu juta rumah bagi masyarakat dan memperkuat kerja sama dengan pengembang. Pekerja formal tidak perlu dibebani iuran sebagaimana isi UU Tapera," kata Rosan.