Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah memastikan tetap konsisten menjalankan aturan hilirisasi sektor pertambangan, dengan skema ekonomi yang ramah terhadap dunia usaha.
Hal itu diungkapkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan menanggapi kekhawatiran pelaku industri pengolahan mineral dan smelter nasional terkait wacana relaksasi ekspor mineral.
“Kalau arahan Bapak Presiden [Joko Widodo] itu harus business friendly, tapi tidak boleh melanggar aturan,” tegas Jonan di Kantor Wakil Presiden, akhir pekan lalu.
Sayangnya, Jonan enggan menegaskan lebih rinci mengenai keputusan final pemerintah atas wacana relaksasi ekspor mineral yang selama beberapa waktu terakhir mengudara. Dia mengaku tak ingin memperdebatkan hal itu di ruang publik dan lebih ingin menunggu perkembangan lebih lanjut.
Kendati demikian, dia sepakat dengan penilaian bahwa pembangunan smelter merupakan investasi jangka panjang. Jika kebijakan berubah-ubah, maka investor akan takut berinvestasi jangka panjang.
Sebelumnya, pemerintah mensinyalir adanya pelonggaran kebijakan peningkatan nilai tambah produk mineral melalui relaksasi ekspor mineral. Hal itu menyusul wacana diberlakukannya bea keluar sebagai jalan tengah lesunya pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.
Padahal,Peraturan Menteri ESDM No.1/2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri menyebutkan pemegang lisensi Kontrak Karya mineral logam dan Izin Usaha Pertambangan operasi produksi mineral logam hanya memperoleh waktu ekspor konsentrat dalam jangka waktu 3 tahun sejak aturan diundangkan.
Dalam kesempatan yang sama, Raden Syukhyar, Ketua Umum Asosiasi Smelter dan Pengolahan Mineral Indonesia (ISPA) meminta pemerintah konsisten menjalankan aturan hilirisasi pertambangan sehingga investor tak ragu menjalankan bisnis pengolahan mineral.
Kemajuan pembangunan smelter dan fasilitas pengolahan mineral di Indonesia diklaim berjalan baik, terutama smelter nikel. Dari sisi angka, produksi nikel pada 2016 diperkirakan mencapai 160.000 ton, sementara produksi tahun depan diproyeksi bisa menjadi 250.000 ton, dan mencapai 300.000 pada 2018.
Peningkatan produksi yang signifikan, sambungnya, dihasilkan sejak 2014 atau sejak UU Minerba diterapkan secara konsisten. Untuk itu, dia berharap pemerintah mampu menerapkan aturan secara konsisten ke depan.
“Selama 40 tahun hanya memproduksi mineral 98.000, tapi dengan ada UU Minerba maka produksi melonjak. Konsistensi aturan menghasilkan kemajuan luar biasa,” ujarnya saat bertemu Wapres Kalla untuk menyampaikan keluhan.
Tak hanya nikel, smelter alumina, besi, dan zinc juga dianggap mengalami kemajuan pesat.